Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Minggu, 30 November 2014

Teori Perkembangan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, bahwa makhluk hidup dalam kehidupannya selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan yang terjadi dalam makhluk hidup itu dapat berupa fisik ataupun psikologisnya. Kedua hal tersebutlah yang menjadi perhatian dalam perkembangan makhluk hidup. Perkembangan fisik ini lebih kita kenal dengan pertumbuhan, mulai dari bayi hingga dewasa. Sedangkan yang nonfisik memang disebut dengan perkembangan karena meliputi psikologis manusia.
Perkembangan psikologis ini yang seharusnya dapat diperhatikan oleh pendidik ataupun orang tua. Pendidik dan orang tua harus memahami perkembangan anak sehingga ia dapat berkembang dengan seharusnya dan semestinya. Pendidik dan orang tua haruslah memahami segala tingkah laku yang diperbuat anak, sehingga psikologis anak dapat berkembang sesuai yang dikehendaki pendidik dan orang tua.
Namun dalam kenyataannya, banyak anak yang mengalami perkembangan yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan norma. Selain itu beberapa anak juga mempunyai kepribadian yang nakal dan berbeda dari anak lainnya. Oleh karena itu sangatlah penting kita memahami dan mempelajari teori-teori perkembangan untuk memahami tingkah laku, keinginan anak, dan bagaimana seharusnya mendidik anak.
Hal ini dapat menjadi bekal bagi kita ketika menjadi guru dan orang tua agar tidak salah dalam mendidik dan menanggapi tingkah laku anak. Hal ini dapat kita gunakan untuk memahami keinginan dan tindakan yang dilakukan anak. Perkembangan anak harusnya dapat berjalan seiring dengan usianya dan maju ke depan jangan mundur ke belakang.

B.     Rumusan Masalah
·         Teori nativisme
·         Teori empirisme
·         Teori kognitif
·         Teori psikoanalisis
·         Teori belajar sosial
C.    Tujuan
·         Mengetahui teori nativisme
·         Memahami teori empirisme
·         Mengetahui teori kognitif
·         Memahami teori psikoanalisis
·         Mengetahui teori belajar sosial





BAB II
PEMBAHASAN

Teori merupakan suatu konsepsualisasi yang umum yang dapat diuji kebenarannya yang diperoleh melalu jalan yang sangat sistematis dan mempunyai dasar empiris. Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 6) Teori dapat dipandang sebagai berikut:
1.      Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang diorganisasi secara logis. Hukum-hukum ini biasanya mempunyai sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan yang ajeg dapat diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik.
2.      Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empirik suatu bidang tertentu. Di sini biasanya dimulai dari data yang diperoleh dan dari data ini orang datang pada suatu konsep teoritis.
3.      Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang digeneralisasi. Di sini biasanya dijumpai hubungan-hubungan yang fungsional antara data dan pendapat-pendapat teoritis.
Dalam hal membicarakan suatu perkembangan, sangatlah nampak bahwa di dalamnya terdapat proses-proses yang akan dialami oleh manusia. Untuk memahami perkembangan manusia itu, teori-teori mempunyai suatu peranan yang sangat penting karena teori membantu kita untuk memahami gejala yang terjadi dalam perkembangan yang terjadi di dalam diri, membuat suatu pemikiran tentang bagaimana proses kita berkembang, dan bagaimana pula kita berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam hal pembahasan tentang perkembangan manusia ini banyak sekali teori yang dapat pahami untuk memberikan pemahaman kepada kita tentang perkembangan manusia. Teori-teori tentang perkembangan itu memberikan suatu hal umum tentang bagaimana perkembangan manusia itu kemudian dapat diuji kebenarannya. Teori-teori perkembangan manusia tersebut antara lain:
A.    Teori yang Berorientasi Biologis (Nativisme)
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya: kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 8) Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut pengaruh bakat, jadi faktor keturunan dan keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak terutama dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme. Perkembangan bersifat endogen, artinya tidak hanya secara spontan saja melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran pre-desposisi yang sudah ditentukan secara biologik dan yang tidak dapat berubah lagi (genotype).
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 9) Kelemahan teori yang berorientasi biologis ini dapat dijumpai pada waktu anak-anak dalam suatu kondisi tertentu dapat melakukan operasi-operasi, yaitu melakukan tingkah laku intelektual pada waktu yang lebih awal yang tidak cocok dengan stadium perkembangannya, misalnya mereka dapat membaca pada waktu yang sangat awal. Anak-anak dengan informasi bawaan yang sama mungkin akan menggunakan informasinya itu dengan cara yang berbeda-beda.
B.     Teori Lingkungan (Empirisme)
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya.
Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 9) Dalam kelompok teori yang mementingkan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak termasuk teori-teori belajar dan teori-teori mengenai sosialisasi yang bersifat sosiologis. Kedua macam teori ini sebetulnya sama karena prinsip sosialisasi itu adalah suatu bentuk belajar sosial.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
C.    Teori Kognitif
Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 17) Teoritikus terkenal dalam teori kognitif adalah Piaget. Pendapat-pendapatnya agak menyebelah karena Piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual serta moral saja. Di sini moral dipandang sebagai berhubungan dengan intelektual anak. Inti pengertian teori Piaget adalah bahwa perkembangan harus dipandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan melalui stadium-stadium dan setiap kali anak masuk ke dalam tingkatan fungsi dan tingkatan struktur yang lebih tinggi.
Dalam (Syarif, 2014: 27-28) Teori kognitif Piaget menyatakan bahwa individu secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Setiap tahap yang terkait dengan usia ini mengandung cara berpikir yang berbeda. Menurut teori Piaget, cara memahami dunia secara berbeda itulah yang membuat sebuah tahap lebih tinggi dibandingkan tahap lainnya; hanya sekedar memiliki informasi lebih banyak tidak berarti membuat pemikiran seseorang itu lebih tinggi. Menurut Piaget, kognisi anak di sebuah tahap secara kualitatif berbeda dibandingkan dengan tahap lainnya.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Empat tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu:
a.       Masa Bayi (Balita) : Tingkat Sensomotori
Periode perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari indera (sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi terbesar bayi adalah kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan ayau tidak. Prestasi besar kedua periode sensormotor adalah mulainya tindakan dengan tujuan terarah yang logis. Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.
b.      Masa Anak-anak Awal : Tingkat Pra-Operasional
Intelegensi sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi, atau tindakan yang dilakukan secara mental atau berani. Menurut Piaget, langkah awal tindakan berpikir adalah interalisasi tindakan. Pada akhir tingkat sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema tindakan.
c.       Tingkat Operasional Konkrit
Pada masa ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini. Krakter dasar tingkat ini adalah bahwasannya siswa mengetahui:
·         Stabilitas logis dunia fisik
·         Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan tetap banyak menjaga banyak karakter aslinya
·         Bahwa perubahan-perubahan ini di balik
d.       Tingkat Operasional Formal
Pada tingkat operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem, bagian-bagian saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita kenal sebagai alasan ilmiah. Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang diisolasi atau dikontrol.
Dalam (Syarif, 2014: 30) Teori Vygotsky adalah teori kognitif sosiobudaya yang menekankan bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif. Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi, dan penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk matematika, dan strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapat meliputi kegiatan belajar berhitung dengan bantuan komputer.
Dalam (Syarif, 2014: 31) Robert Siegler seorang ahli terkemuka di bidang pemrosesan-informasi, menyatakan bahwa kegiatan berfikir merupakan suatu bentuk pemrosesan-informasi. Menurut Siegler, ketika individu menangkap, menuliskan sandi, menampilkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi, mereka sebenarnya sedang berpikir.
Dalam (Syarif, 2014: 32) Konstribusi dari teori-teori kognitif meliputi sebagai berikut:
·    Teori-teori kognitif menyajikan suatu pandangan yang positif mengenai perkembangan, menekankan pada pemikiran yang disadari.
· Teori-teori kognitif menekankan pada usaha aktif individu untuk menyusun pemahamannya.
· Teori Piaget dan Vygotsky menekankan pentingnya kajian terhadap perubahan perkembangan dalam pemikiran.
·   Teori pemrosesan-informasi sering kali menawarkan deskripsi yang terperinci mengenai prose-proses kognitif.
D.    Teori Psikoanalisis
Dalam (MÓ§nks dkk, 1991: 11) Menurut salah satu teori psikoanalisis yang terkenal, yaitu teori Freud, maka seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan (energi) biologik: libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini “menguasai” semua orang atau semua benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses yang oleh Freud disebut kathexis. Kathexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap suatu obyek atau suatu suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu respon spesifik.
Dalam (Syarif, 2014: 18) Struktur kepribadian Freud menyatakan bahwa kepribadian memiliki tiga struktur, yaitu: ide, ego, dan superego. Ide terdiri dari insting yang merupakan persediaan energi psikis individu. Dalam pandangan Freud, ide sepenuhnya tidak disadari: ide tidak memiliki kontak dengan realitas. Ketika anak mengalami berbagai tuntutan dan pembatasan realitas, muncul sebuah struktur baru dan kepribadian ego, yang menangani tuntutan realitas. Ego disebut juga “cabang eksekutif” dan kepribadian karena ego membuat keputusan rasional. Ide dan ego tidak mempertimbangkan moralitas, keduanya tidak mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego adalah struktur kepribadian yang mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego sering kali kita juluki sebagai “hati nurani.”
Dalam (Syarif, 2014: 20) Menurut Freud, manusia akan melalui lima tahap perkembangan psikoseksual, yakni:
·         Tahap oral, adalah tahap perkembangan Freudin yang pertama yang berlangsung selama 18 bulan pertama dari kehidupan, dimana kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut seperti mengunyah. Aksi ini dapat meredakan ketegangan pada bayi.
·         Tahap anal, adalah tahap perkembangan Freudin yang kedua yang berlangsung antara usia 1 ½ tahun hingga tiga tahun, dimana kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi pengeluaran yang terhubung dengan anus.
·         Tahap falik, adalah tahap perkembangan Freudin yang ketiga yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun, dimana kenikmatan dipusatkan di daerah genital.
·         Tahap laten, adalah tahap perkembangan Freudin yang keempat, yang berlangsung antara usia sekitar 6 tahun hingga pubertas; anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangan keterampilan sosial dan intelektual.
·         Tahap genital, adalah tahap perkembangan Freudin yang terakhir yang berlangsung sejak masa remaja hingga ke masa selanjutnya. Tahap genital adalah masa seksual: kini sumber kenikmatan seksual terletak di luar keluarga.
Teori Freud ini pun banyak direvisi oleh sejumlah ahli teori psikoanalisis. Dalam (Syarif, 2014: 22) Dibandingkan freud, sebagian besar ahli teori psikoanalisis kontemporer kurang menekankan peranan insting seksual namun lebih menekankan pada pengalaman budaya sebagai determinan-determinan dari perkembangan. Sebagian besar psikoanalisis kontemporer menyatakan bahwa pikiran yang disadari memainkan peranan yang lebih besar dibandingkan yang digambarkan oleh Freud.
Dalam (Syarif, 2014: 23) Erik Erikson mengajukan serangkaian tahap-tahap psikososial yang berbeda dari tahap-tahap psikoseksual Freud. Menurut Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain. Menurut Erikson, perubahan dalam perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup; sementara menurut Freud, kepribadian dasar kita dibentuk selama lima tahun pertama dari kehidupan. Menurut Erikson, kemajuan manusia dicapai melalui delapan tahap perkembangan yang berlangsung seumur hidup. Di dalam setiap tahap, individu dihadapkan pada sebuah krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kerentanan dan potensi seseorang.
Dalam (Syarif, 2014: 24) Tahap-tahap perkembangan Erikson:
·         Kepercayaan versus ketidakpercayaan
Tahap pertama yang dialami dalam tahun pertama dari kehidupan seseorang, yakni masa bayi. Perasaaan percaya menuntut adanya perasaaan nyaman secara fisik dan setidaknya perasaan takut dan ragu-ragu terhadap masa depan.
·         Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan
Tahap kedua yang berlangsung antara akhir masa bayi hingga masa baru mulai berjalan (1 hingga 3 tahun). Mereka mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, maka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
·         Prakarsa versus rasa bersalah
Tahap ketiga yang berlangsung selama prasekolah. Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan yang lebih besar. Dalam tahap ini anak anak diharapkan mampu bertanggung jawab terhadap tubuh mereka, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Namun perasaan bersalah dapat muncul apabila anak dianggap tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa sangat cemas.
·         Tekun versus rasa rendah diri
Tahap keempat yang berlangsung di masa sekolah dasar. Ketika mereka beralih ke masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, mereka mengarahkan energinya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Bahaya yang dihadapi di masa sekolah dasar adalah dapat mengembangkan rasa rendah diri-merasa tidak kompeten dan tidak produktif.
·         Identitas versus kebingungan identitas
Tahap kelima yang berlangsung pada masa remaja. Di masa ini individu dihadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakah mereka dan bagaimana mereka nantinya. Jika suatu identitas terlalu dipaksakan oleh orang tua dan jika remaja tidak cukup berhasil dalam menjajaki berbagai peran, maka mereka akan mengalami kebingungan identitas.
·         Keintiman versus keterkucilan
Tahap keenam yang dialami selama masa dewasa awal. Di masa ini, individu menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Jika relasi keintiman tidak dapat dicapai, ia akan merasa terkucilkan.
·         Bangkit versus stagnasi
Tahap ketujuh yang berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan yang dihadapi individu adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna. Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong disebut stagnasi.
·         Integritas versus kekecewaan
Tahap kedelapan yang berlangsung di masa dewasa akhir. Jika rangkuman seseorang mengenai hidupnya akan memperlihatkan gambaran kehidupannya telah dilalui dengan baik, maka orang tersebut merasa puas integritas tercapai. Jika menyelesaikan tahap hidupnya secara negatif, akan menghasilkan rasa bersalah atau kemuraman.
E.     Teori Belajar Sosial
Dalam (Manrihu, 1988: 85) Teori belajar sosial tersusun dari empat kategori faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a.      Bawaan genetik dan kemampuan-kemampuan khusus seperti ras, jenis kelamin, inteligensi
b. Kondisi-kondisi dan peristiwa-peristiwa lingkungan, seperti kesempatan-kesempatan pekerjaan dan latihan serta pengalaman-pengalaman keluarga
c.       Pengalaman-pengalaman belajar, seperti belajar instrumental dan asosiatif
d.  Keterampilan-keterapilan pendekatan tugas, seperti keterampilan-keterampilan belajar menyukai kebiasaan-kebiasaan bekerja baik.
Dalam (Manrihu, 1988: 86) Keempat tipe pengaruh ini berinteraksi untuk menghasilkan tiga jenis konsekuensi:
·         Generalisasi-generalisasi observasi diri, seperti “saya baik dalam matematika”
·        Keterampilan-keterampilan pendekatan tugas, seperti menentukan tujuan okupasional dan menggunakan informasi untuk suatu fakultas
·    Tindakan-tindakan, misalnya didasarkan pada interaksi-interaksi observasi-observasi diri dan keterampilan-keterampilan pendekatan tugas; individu mengambil suatu tindakan
Dalam (Manrihu, 1988: 86) Beberapa implikasi pendekatan belajar sosial antara lain sebagai berikut:
·   Karena minat-minat dan keterampilan-keterampilan pengambilan keputusan dipelajari, persiapkan pengalaman-pengalaman melalui program pengembangan karier yang terkoordinasi untuk memungkinkan orang-orang memperoleh berbagai pengalaman yang luas mungkin
·    Karena pengambilan keputusan karier merupakan proses yang dipelajari karena serupa dengan pengambilan keputusan pada bidang-bidang kehidupan non karier, ajarkanlah pengambilan keputusan sebagai suatu keterampilan yang dapat digunakan dalam semua bidang kehidupan.




BAB III
KESIMPULAN

Teori-teori tentang perkembangan itu memberikan suatu hal umum tentang bagaimana perkembangan manusia itu kemudian dapat diuji kebenarannya. Teori-teori perkembangan manusia tersebut antara lain:
·         Teori nativisme, yaitu Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut pengaruh bakat, jadi faktor keturunan dan keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak terutama dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme.
·         Teori empirisme, yaitu Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
·         Teori kognitif, yaitu teori yang menekankan pada pikiran-pikiran yang disadari. Menurut teori Piaget, cara memahami dunia secara berbeda itulah yang membuat sebuah tahap lebih tinggi dibandingkan tahap lainnya; hanya sekedar memiliki informasi lebih banyak tidak berarti membuat pemikiran seseorang itu lebih tinggi. Menurut Piaget, kognisi anak di sebuah tahap secara kualitatif berbeda dibandingkan dengan tahap lainnya.
·         Teori psikoanalisis, yaitu teori ini mengasumsikan bahwa menurut Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain bukan hanya seksual yang dikemukakan Freud. Menurut Erikson, perubahan dalam perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup; sementara menurut Freud, kepribadian dasar kita dibentuk selama lima tahun pertama dari kehidupan.
·         Teori belajar sosial, yakni tersusun dari empat kategori faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a.       Bawaan genetik dan kemampuan-kemampuan khusus
b.      Kondisi-kondisi dan peristiwa-peristiwa lingkungan
c.       Pengalaman-pengalaman belajar
d.      Keterampilan-keterapilan pendekatan tugas




DAFTAR PUSTAKA

Manrihu, Mohamad Thayeb. 1988. Pengantar Bimbingan dan Konseling Karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
MÓ§nks, dkk. 1991. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadja mada University Press.
Syarif, Kemala. 2014. Perkembangan Peserta Didik. Medan: Unimed Press.
http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html




Share This :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 

Followers