BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang
kita ketahui, bahwa makhluk hidup dalam kehidupannya selalu mengalami
perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan yang terjadi dalam makhluk hidup
itu dapat berupa fisik ataupun psikologisnya. Kedua hal tersebutlah yang
menjadi perhatian dalam perkembangan makhluk hidup. Perkembangan fisik ini
lebih kita kenal dengan pertumbuhan, mulai dari bayi hingga dewasa. Sedangkan
yang nonfisik memang disebut dengan perkembangan karena meliputi psikologis manusia.
Perkembangan psikologis ini yang
seharusnya dapat diperhatikan oleh pendidik ataupun orang tua. Pendidik dan
orang tua harus memahami perkembangan anak sehingga ia dapat berkembang dengan
seharusnya dan semestinya. Pendidik dan orang tua haruslah memahami segala
tingkah laku yang diperbuat anak, sehingga psikologis anak dapat berkembang
sesuai yang dikehendaki pendidik dan orang tua.
Namun dalam kenyataannya, banyak
anak yang mengalami perkembangan yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari
tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan norma. Selain itu beberapa anak juga
mempunyai kepribadian yang nakal dan berbeda dari anak lainnya. Oleh karena itu
sangatlah penting kita memahami dan mempelajari teori-teori perkembangan untuk
memahami tingkah laku, keinginan anak, dan bagaimana seharusnya mendidik anak.
Hal ini dapat menjadi bekal bagi
kita ketika menjadi guru dan orang tua agar tidak salah dalam mendidik dan
menanggapi tingkah laku anak. Hal ini dapat kita gunakan untuk memahami
keinginan dan tindakan yang dilakukan anak. Perkembangan anak harusnya dapat
berjalan seiring dengan usianya dan maju ke depan jangan mundur ke belakang.
B. Rumusan Masalah
·
Teori nativisme
·
Teori empirisme
·
Teori kognitif
·
Teori psikoanalisis
·
Teori belajar sosial
C. Tujuan
·
Mengetahui teori nativisme
·
Memahami teori empirisme
·
Mengetahui teori kognitif
·
Memahami teori psikoanalisis
·
Mengetahui teori belajar sosial
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Teori merupakan suatu
konsepsualisasi yang umum yang dapat diuji kebenarannya yang diperoleh melalu
jalan yang sangat sistematis dan mempunyai dasar empiris. Dalam (MÓ§nks dkk,
1991: 6) Teori dapat dipandang sebagai berikut:
1.
Teori menunjuk pada sekelompok hukum
yang diorganisasi secara logis. Hukum-hukum ini biasanya mempunyai sifat
hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu hubungan yang ajeg dapat
diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik.
2.
Suatu teori juga dapat merupakan suatu
rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empirik
suatu bidang tertentu. Di sini biasanya dimulai dari data yang diperoleh dan
dari data ini orang datang pada suatu konsep teoritis.
3.
Suatu teori juga dapat menunjuk pada
suatu cara menerangkan yang digeneralisasi. Di sini biasanya dijumpai hubungan-hubungan
yang fungsional antara data dan pendapat-pendapat teoritis.
Dalam hal membicarakan
suatu perkembangan, sangatlah nampak bahwa di dalamnya terdapat proses-proses
yang akan dialami oleh manusia. Untuk memahami perkembangan manusia itu, teori-teori
mempunyai suatu peranan yang sangat penting karena teori membantu kita untuk
memahami gejala yang terjadi dalam perkembangan yang terjadi di dalam diri,
membuat suatu pemikiran tentang bagaimana proses kita berkembang, dan bagaimana
pula kita berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam hal
pembahasan tentang perkembangan manusia ini banyak sekali teori yang dapat
pahami untuk memberikan pemahaman kepada kita tentang perkembangan manusia.
Teori-teori tentang perkembangan itu memberikan suatu hal umum tentang
bagaimana perkembangan manusia itu kemudian dapat diuji kebenarannya.
Teori-teori perkembangan manusia tersebut antara lain:
A.
Teori
yang Berorientasi Biologis (Nativisme)
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html)
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur
Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli
filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa
pentingnya inti privasi atau jati diri manusia.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html)
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan)
yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak
dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam
diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata
lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu
semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya: kalau
ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Dalam
(MÓ§nks
dkk, 1991: 8) Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut pengaruh bakat,
jadi faktor keturunan dan keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir.
Perkembangan anak terutama dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme.
Perkembangan bersifat endogen, artinya tidak hanya secara spontan saja
melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran pre-desposisi yang sudah
ditentukan secara biologik dan yang tidak dapat berubah lagi (genotype).
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html)
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan
pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu
sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi
baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik
tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan
berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan
bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Dalam (MÓ§nks
dkk, 1991: 9) Kelemahan teori yang berorientasi biologis ini dapat dijumpai
pada waktu anak-anak dalam suatu kondisi tertentu dapat melakukan
operasi-operasi, yaitu melakukan tingkah laku intelektual pada waktu yang lebih
awal yang tidak cocok dengan stadium perkembangannya, misalnya mereka dapat
membaca pada waktu yang sangat awal. Anak-anak dengan informasi bawaan yang sama mungkin akan menggunakan informasinya
itu dengan cara yang berbeda-beda.
B.
Teori
Lingkungan (Empirisme)
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof
Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”,
yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik
yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini,
seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar peserta
didiknya.
Dalam (MÓ§nks
dkk, 1991: 9) Dalam kelompok teori yang mementingkan pengaruh lingkungan
terhadap perkembangan anak termasuk teori-teori belajar dan teori-teori
mengenai sosialisasi yang bersifat sosiologis. Kedua macam teori ini sebetulnya
sama karena prinsip sosialisasi itu adalah suatu bentuk belajar sosial.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html)
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri =
pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir
manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam
pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html) Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme
bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi
eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh
anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
C.
Teori
Kognitif
Dalam (MÓ§nks
dkk, 1991: 17) Teoritikus terkenal dalam teori kognitif adalah Piaget.
Pendapat-pendapatnya agak menyebelah karena Piaget hanya mementingkan
perkembangan intelektual serta moral saja. Di sini moral dipandang sebagai berhubungan
dengan intelektual anak. Inti pengertian teori Piaget adalah bahwa perkembangan
harus dipandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut
berjalan melalui stadium-stadium dan setiap kali anak masuk ke dalam tingkatan
fungsi dan tingkatan struktur yang lebih tinggi.
Dalam (Syarif,
2014: 27-28) Teori kognitif Piaget menyatakan bahwa individu secara aktif
membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan
kognitif. Setiap tahap yang terkait dengan usia ini mengandung cara berpikir
yang berbeda. Menurut teori Piaget, cara memahami dunia secara berbeda itulah
yang membuat sebuah tahap lebih tinggi dibandingkan tahap lainnya; hanya
sekedar memiliki informasi lebih banyak tidak berarti membuat pemikiran
seseorang itu lebih tinggi. Menurut Piaget, kognisi anak di sebuah tahap secara
kualitatif berbeda dibandingkan dengan tahap lainnya.
Dalam (http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html)
Empat
tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu:
a. Masa Bayi
(Balita) : Tingkat Sensomotori
Periode
perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari
indera (sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi
terbesar bayi adalah kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar
jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan ayau tidak. Prestasi besar kedua
periode sensormotor adalah mulainya tindakan dengan tujuan terarah yang logis.
Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.
b. Masa Anak-anak
Awal : Tingkat Pra-Operasional
Intelegensi
sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat
informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi,
atau tindakan yang dilakukan secara mental atau berani. Menurut Piaget, langkah
awal tindakan berpikir adalah interalisasi tindakan. Pada akhir tingkat
sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema tindakan.
c.
Tingkat Operasional Konkrit
Pada masa
ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata
operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini.
Krakter dasar tingkat ini adalah bahwasannya siswa mengetahui:
·
Stabilitas logis dunia fisik
·
Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau
ditransformasikan dan tetap banyak menjaga banyak karakter aslinya
·
Bahwa perubahan-perubahan ini di balik
d.
Tingkat
Operasional Formal
Pada tingkat
operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran
formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem,
bagian-bagian saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita
kenal sebagai alasan ilmiah. Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak
berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang diisolasi atau dikontrol.
Dalam
(Syarif, 2014: 30) Teori Vygotsky adalah teori kognitif sosiobudaya yang
menekankan bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan
kognitif. Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak
terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa perkembangan
memori, atensi, dan penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk matematika, dan
strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapat meliputi kegiatan belajar
berhitung dengan bantuan komputer.
Dalam
(Syarif, 2014: 31) Robert Siegler seorang ahli terkemuka di bidang
pemrosesan-informasi, menyatakan bahwa kegiatan berfikir merupakan suatu bentuk
pemrosesan-informasi. Menurut Siegler, ketika individu menangkap, menuliskan
sandi, menampilkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi, mereka
sebenarnya sedang berpikir.
Dalam
(Syarif, 2014: 32) Konstribusi dari teori-teori kognitif meliputi sebagai
berikut:
· Teori-teori kognitif menyajikan suatu pandangan yang
positif mengenai perkembangan, menekankan pada pemikiran yang disadari.
· Teori-teori kognitif menekankan pada usaha aktif
individu untuk menyusun pemahamannya.
· Teori Piaget dan Vygotsky menekankan pentingnya kajian
terhadap perubahan perkembangan dalam pemikiran.
· Teori pemrosesan-informasi sering kali menawarkan
deskripsi yang terperinci mengenai prose-proses kognitif.
D.
Teori
Psikoanalisis
Dalam (MÓ§nks
dkk, 1991: 11) Menurut salah satu teori psikoanalisis yang terkenal, yaitu
teori Freud, maka seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan (energi)
biologik: libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini “menguasai” semua
orang atau semua benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses
yang oleh Freud disebut kathexis. Kathexis berarti konsentrasi energi psikis
terhadap suatu obyek atau suatu suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu
respon spesifik.
Dalam (Syarif,
2014: 18) Struktur kepribadian Freud menyatakan bahwa kepribadian memiliki tiga
struktur, yaitu: ide, ego, dan superego. Ide terdiri dari insting yang
merupakan persediaan energi psikis individu. Dalam pandangan Freud, ide
sepenuhnya tidak disadari: ide tidak memiliki kontak dengan realitas. Ketika
anak mengalami berbagai tuntutan dan pembatasan realitas, muncul sebuah
struktur baru dan kepribadian ego, yang menangani tuntutan realitas. Ego
disebut juga “cabang eksekutif” dan kepribadian karena ego membuat keputusan
rasional. Ide dan ego tidak mempertimbangkan moralitas, keduanya tidak
mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego adalah struktur
kepribadian yang mempertimbangkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego
sering kali kita juluki sebagai “hati nurani.”
Dalam (Syarif,
2014: 20) Menurut Freud, manusia akan melalui lima tahap perkembangan
psikoseksual, yakni:
·
Tahap oral, adalah tahap perkembangan
Freudin yang pertama yang berlangsung selama 18 bulan pertama dari kehidupan,
dimana kenikmatan bayi dipusatkan di daerah mulut seperti mengunyah. Aksi ini
dapat meredakan ketegangan pada bayi.
·
Tahap anal, adalah tahap perkembangan
Freudin yang kedua yang berlangsung antara usia 1 ½ tahun hingga tiga tahun,
dimana kenikmatan terbesar diperoleh anak di daerah anus atau di fungsi
pengeluaran yang terhubung dengan anus.
·
Tahap falik, adalah tahap perkembangan
Freudin yang ketiga yang berlangsung antara usia 3 tahun hingga 6 tahun, dimana
kenikmatan dipusatkan di daerah genital.
·
Tahap laten, adalah tahap perkembangan
Freudin yang keempat, yang berlangsung antara usia sekitar 6 tahun hingga
pubertas; anak menekan semua minat dalam hal seksualitas serta mengembangan
keterampilan sosial dan intelektual.
·
Tahap genital, adalah tahap perkembangan
Freudin yang terakhir yang berlangsung sejak masa remaja hingga ke masa selanjutnya.
Tahap genital adalah masa seksual: kini sumber kenikmatan seksual terletak di
luar keluarga.
Teori Freud ini pun banyak direvisi oleh sejumlah
ahli teori psikoanalisis. Dalam (Syarif, 2014: 22) Dibandingkan freud, sebagian
besar ahli teori psikoanalisis kontemporer kurang menekankan peranan insting
seksual namun lebih menekankan pada pengalaman budaya sebagai
determinan-determinan dari perkembangan. Sebagian besar psikoanalisis
kontemporer menyatakan bahwa pikiran yang disadari memainkan peranan yang lebih
besar dibandingkan yang digambarkan oleh Freud.
Dalam (Syarif, 2014: 23) Erik Erikson mengajukan
serangkaian tahap-tahap psikososial yang berbeda dari tahap-tahap psikoseksual
Freud. Menurut Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan
hasrat untuk bergabung dengan manusia lain. Menurut Erikson, perubahan dalam
perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup; sementara menurut Freud,
kepribadian dasar kita dibentuk selama lima tahun pertama dari kehidupan.
Menurut Erikson, kemajuan manusia dicapai melalui delapan tahap perkembangan
yang berlangsung seumur hidup. Di dalam setiap tahap, individu dihadapkan pada
sebuah krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus
diselesaikan untuk meningkatkan kerentanan dan potensi seseorang.
Dalam (Syarif, 2014: 24) Tahap-tahap perkembangan
Erikson:
·
Kepercayaan versus ketidakpercayaan
Tahap pertama
yang dialami dalam tahun pertama dari kehidupan seseorang, yakni masa bayi.
Perasaaan percaya menuntut adanya perasaaan nyaman secara fisik dan setidaknya
perasaan takut dan ragu-ragu terhadap masa depan.
·
Otonomi versus rasa malu dan
keragu-raguan
Tahap kedua yang
berlangsung antara akhir masa bayi hingga masa baru mulai berjalan (1 hingga 3
tahun). Mereka mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi
terlalu banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, maka cenderung mengembangkan
rasa malu dan ragu-ragu.
·
Prakarsa versus rasa bersalah
Tahap ketiga
yang berlangsung selama prasekolah. Ketika anak-anak prasekolah mulai memasuki
dunia sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan yang lebih besar.
Dalam tahap ini anak anak diharapkan mampu bertanggung jawab terhadap tubuh
mereka, perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Namun perasaan bersalah
dapat muncul apabila anak dianggap tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa
sangat cemas.
·
Tekun versus rasa rendah diri
Tahap keempat
yang berlangsung di masa sekolah dasar. Ketika mereka beralih ke masa
kanak-kanak pertengahan dan akhir, mereka mengarahkan energinya untuk menguasai
pengetahuan dan keterampilan intelektual. Bahaya yang dihadapi di masa sekolah
dasar adalah dapat mengembangkan rasa rendah diri-merasa tidak kompeten dan
tidak produktif.
·
Identitas versus kebingungan identitas
Tahap kelima
yang berlangsung pada masa remaja. Di masa ini individu dihadapkan pada
tantangan untuk menemukan siapakah mereka dan bagaimana mereka nantinya. Jika
suatu identitas terlalu dipaksakan oleh orang tua dan jika remaja tidak cukup
berhasil dalam menjajaki berbagai peran, maka mereka akan mengalami kebingungan
identitas.
·
Keintiman versus keterkucilan
Tahap keenam
yang dialami selama masa dewasa awal. Di masa ini, individu menghadapi tugas
perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang lain.
Jika relasi keintiman tidak dapat dicapai, ia akan merasa terkucilkan.
·
Bangkit versus stagnasi
Tahap ketujuh
yang berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan yang dihadapi individu
adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang
berguna. Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong disebut stagnasi.
·
Integritas versus kekecewaan
Tahap kedelapan
yang berlangsung di masa dewasa akhir. Jika rangkuman seseorang mengenai
hidupnya akan memperlihatkan gambaran kehidupannya telah dilalui dengan baik,
maka orang tersebut merasa puas integritas tercapai. Jika menyelesaikan tahap
hidupnya secara negatif, akan menghasilkan rasa bersalah atau kemuraman.
E. Teori Belajar Sosial
Dalam (Manrihu,
1988: 85) Teori belajar sosial tersusun dari empat kategori faktor yang mempengaruhi,
yaitu:
a. Bawaan
genetik dan kemampuan-kemampuan khusus seperti ras, jenis kelamin, inteligensi
b. Kondisi-kondisi
dan peristiwa-peristiwa lingkungan, seperti kesempatan-kesempatan pekerjaan dan
latihan serta pengalaman-pengalaman keluarga
c. Pengalaman-pengalaman
belajar, seperti belajar instrumental dan asosiatif
d. Keterampilan-keterapilan
pendekatan tugas, seperti keterampilan-keterampilan belajar menyukai
kebiasaan-kebiasaan bekerja baik.
Dalam (Manrihu, 1988: 86) Keempat tipe pengaruh ini
berinteraksi untuk menghasilkan tiga jenis konsekuensi:
·
Generalisasi-generalisasi observasi
diri, seperti “saya baik dalam matematika”
· Keterampilan-keterampilan pendekatan
tugas, seperti menentukan tujuan okupasional dan menggunakan informasi untuk
suatu fakultas
· Tindakan-tindakan, misalnya didasarkan
pada interaksi-interaksi observasi-observasi diri dan keterampilan-keterampilan
pendekatan tugas; individu mengambil suatu tindakan
Dalam (Manrihu, 1988: 86) Beberapa implikasi
pendekatan belajar sosial antara lain sebagai berikut:
· Karena minat-minat dan
keterampilan-keterampilan pengambilan keputusan dipelajari, persiapkan
pengalaman-pengalaman melalui program pengembangan karier yang terkoordinasi
untuk memungkinkan orang-orang memperoleh berbagai pengalaman yang luas mungkin
· Karena pengambilan keputusan karier
merupakan proses yang dipelajari karena serupa dengan pengambilan keputusan
pada bidang-bidang kehidupan non karier, ajarkanlah pengambilan keputusan
sebagai suatu keterampilan yang dapat digunakan dalam semua bidang kehidupan.
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Teori-teori tentang
perkembangan itu memberikan suatu hal umum tentang bagaimana perkembangan
manusia itu kemudian dapat diuji kebenarannya. Teori-teori perkembangan manusia
tersebut antara lain:
·
Teori nativisme, yaitu Teori ini
menitikberatkan pada apa yang disebut pengaruh bakat, jadi faktor keturunan dan
keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak terutama dilihat
sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme.
·
Teori empirisme, yaitu Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri =
pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir
manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam
pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
·
Teori kognitif, yaitu teori yang
menekankan pada pikiran-pikiran yang disadari. Menurut teori Piaget, cara memahami
dunia secara berbeda itulah yang membuat sebuah tahap lebih tinggi dibandingkan
tahap lainnya; hanya sekedar memiliki informasi lebih banyak tidak berarti
membuat pemikiran seseorang itu lebih tinggi. Menurut Piaget, kognisi anak di
sebuah tahap secara kualitatif berbeda dibandingkan dengan tahap lainnya.
·
Teori psikoanalisis, yaitu teori ini
mengasumsikan bahwa menurut Erikson, motivasi utama manusia bersifat sosial dan
mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain bukan hanya seksual
yang dikemukakan Freud. Menurut Erikson, perubahan dalam perkembangan
berlangsung sepanjang masa hidup; sementara menurut Freud, kepribadian dasar
kita dibentuk selama lima tahun pertama dari kehidupan.
·
Teori belajar sosial, yakni tersusun
dari empat kategori faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a. Bawaan
genetik dan kemampuan-kemampuan khusus
b. Kondisi-kondisi
dan peristiwa-peristiwa lingkungan
c. Pengalaman-pengalaman
belajar
d. Keterampilan-keterapilan
pendekatan tugas
DAFTAR PUSTAKA
Manrihu,
Mohamad Thayeb. 1988. Pengantar Bimbingan
dan Konseling Karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
MÓ§nks,
dkk. 1991. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: Gadja mada University Press.
Syarif,
Kemala. 2014. Perkembangan Peserta Didik.
Medan: Unimed Press.
http://heritelon.blogspot.com/2012/03/makalah-teori-teori-perkembangan.html
Share This :
0 komentar:
Posting Komentar