BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia
yang harus didapatkan dan diperoleh oleh setiap orang. Negara pun dengan tegas menjamin
pendidikan itu agar dapat diperoleh oleh setiap warga negaranya, seperti yang
tertera dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di
dalam Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dalam ayat 2 juga
disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Lebih lanjut lagi, pemerintah juga menegaskan
pendidikan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 secara lebih lanjut dalam suatu
sistem pendidikan nasional.
Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat
pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas,
cenderung terlupakan makna dasarnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
pendidikan haruslah terlaksana sesuai dengan makna dan hakikat pendidikan itu
sendiri. Pendidikan haruslah terlaksana sesuai dengan pedomannya yang terdapat
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga UU Sisdiknas.
B.
Batasan
Masalah
· Pengertian
pendidikan
· Tujuan
pendidikan
· Faktor-faktor
pendidikan
· Aliran-aliran
pendidikan
· Lingkungan
pendidikan
C.
Tujuan
· Mengetahui
pengertian pendidikan
· Memahami
tujuan pendidikan
· Memahami
faktor-faktor pendidikan
· Mengetahui
aliran-aliran pendidikan
· Mengetahui
lingkungan pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pendidikan
Dalam (Purba dan
Yusnadi, 2014: 58) Sebelum dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan
pendidikan, terlebih dahulu perlu kiranya diterangkan dua istilah yang hampir
sama dan selalu dijumpai dalam praktek pelaksanaan pendidikan secara etimologi,
yakni paedagogie dan paedagogiek. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan
mendidik. Paedagogie artinya adalah pendidikan.
Dalam
(Hasbullah, 2009: 1) dalam arti sederhana pendidikan diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau
paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan
sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi
dalam arti mental.
Dalam (Purba dan
Yusnadi, 2014: 60) Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah
perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam
konotasi ini sangat luas, tidak terbatas hanya pada usia kalender melainkan
lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap nalar baik intelektual maupun
emosional dan sosial. Bobot kedewasaan ini akan terungkap dalam kematangannya
dalam berpikir, berucap, berperilaku, dan membuat keputusan.
Dalam
(Hasbullah, 2009: 2) Pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli
(pendidikan):
a. Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan
anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri.
b. John
Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam
dan sesama manusia.
c. Ki
Hajar dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
d. Ahmad
D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
e. Menurut
UU No. 20 Tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
2.
Tujuan
Pendidikan
Pendidikan,
dalam pelaksaan dan penyelenggaraannya tidak dapat dilepaskan dari tujuan
pendidikan yang hendak dicapainya. Tujuan merupakan hal yang sangat esensial
karena tujuan merupakan akhir dari suatu pelaksanaan. Jika tujuan tersebut
telah tercapai, maka pelaksanaan dari suatu pendidikan telah berjalan dengan
baik.
Dalam
(Hasbullah, 2009: 12) Fungsi tujuan bagi pendidikan:
·
Sebagai arah pendidikan
Tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha,
sedangkan arah tadi menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang
kepada situasi berikutnya. Dalam meninjau tujuan sebagai arah ini, tidak
ditekankan pada persoalan kejurusan mana garis yang telah memberi arah pada
usaha tersebut, tetapi ditekankan kepada masalah garis manakah yang harus kita
ambil dalam melaksanakan usaha tersebut.
·
Sebagai titik akhir
Suatu
usaha tentu saja mengalami permulaan serta mengalami pula akhirnya. Mungkin
saja ada usaha yang terhenti dikarenakan sesuatu kegagalan mencapai tujuan,
namun usaha itu belum bisa dikatakan telah berakhir. Pada umumnya, suatu usaha
baru berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai. Dalam kaitan ini, yang
diperhatikan adalah hal-hal yang terletak pada jangkauan masa datang, bukan
pada situasi sekarang.
·
Sebagai titik pangkal mencapai tujuan
lain
Apabila
tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik
tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas
permulaan setiap usaha. Dengan demikian, antara dasar dan tujuan terbentanglah
garis yang emnunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut, serta dasar dan tujuan
pendidikan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan antara satu dengan yang
lainnya.
·
Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
Dalam
konteks usaha-usaha yang dilakukan, kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih
luhur dan lebih mulia dibandingkan yang lainnya. Semua ini terlihat apabila
berdasarkan nilai-nilai tertentu.
Dalam (Purba dan
Yusnadi, 2014: 69) Jenis-jenis tujuan pendidikan dapat dibedakan menurut luas
dan sempitnya isi tujuan itu yang sekaligus berkaitan dengan jauh dekatnya
jarak waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan luas
dans empitnya isi tujuan serta jauh dekatnya jarak waktu untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut, maka dapat disusun menurut hierarkinya sebagai berikut:
·
Tujuan pendidikan nasional
Tujuan
ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh negara.
Tujuan pendidikan nasional atau negara Indonesia tercantum dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan
pendidikan nasional ini sangat umum sesuai dengan isinya yang sangat luas dan
waktu pencapaiannya pun sangat lama, mungkin sepanjang hayat manusia itu
sendiri. Tujuan ini merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum untuk
semua lembaga pendidikan yang ada di negara Indonesia, baik persekolahan maupun
keluarga dan lembaga lainnya, dan dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi.
·
Standar kompetensi lulusan
Tujuan
ini merupakan tujuan masing-masing lembaga atau jenis dan tingkatan sekolah.
Tujuan ini tercantum dalam kurikulum sekolah/lembaga pendidikan yang
menggambarkan perilaku yang harus dimiliki peserta didik setelah selesai
belajar di sekolah tersebut. Tujuan inilah yang membedakan sekolah baik jenis
maupun jenjangnya.
·
Kompetensi inti
Kompetensi
inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang
harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program
yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar. Kompetensi inti mencakup
sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi
sebagai pengintegrasian muatan pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam
mencapai standar kompetensi lulusan.
Sikap
spiritual adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap sosial
adalah berakhalak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis serta bertanggung
jawab. Pengetahuan adalah berilmu. Sedangkan keterampilan adalah cakap dan
kreatif.
·
Kompetensi dasar
Kompetensi
dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran, pengalaman
belajar, atau mata pelajaran yang mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi
dasar merupakan tujuan masing-masing bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan
ini merupakan tujuan yang akan dicapai setelah mengikuti pembelajaran tertentu
berupa topik atau tema tertentu. Tujuan ini harus dijabarkan supaya lebih
operasional baik dalam pencapaiannya maupun dalam asesmennya, untuk mengetahui
ketercapaian tujuan tersebut oleh peserta didik.
·
Indikator
Tujuan
inilah yang langsung dimiliki peserta didik setelah selesai pembelajaran. Maka
perumusan tujuan ini harus jelas, spesifik, terukur, dan berupa hasil belajar,
perilaku peserta didik yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan
dan keterampilan.
3. Faktor-faktor pendidikan
Dalam
meyelenggarakan pendidikan guna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
maka perlu adanya elemen-elemen yang mendukung untuk ketercapaian tujuan
pendidikan tersebut. Elemen-elemen tersebut mempunyai peranan yang penting dan
sangat berpengaruh pada tujuan yang diinginkan. Elemen-elemen tersebutlah yang
menjadi faktor dalam penyelenggaraan pendidikan.
Faktor-faktor
pendidikan terdiri atas:
·
Faktor tujuan
Dalam
(Fuad, 2001: 7) Dalam praktek pendidikan baik di lingkungan keluarga di
sekolah, maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang
diinginkan oleh pendidikan agar dapat dicapai oleh peserta didiknya.
Dalam
(Hasbullah, 2009: 10) Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam
kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik
tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang
dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi.
·
Faktor pendidik
Dalam
(Hasbullah, 2009: 17) Pendidik ialah seorang yang memikul pertanggungjawaban
untuk mendidik. Secara umum dikatakan bahwa setiap orang dewasa dalam
masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan
sosial, perbuatan fundamental yang menyangkut keutuhan perkembangan pribadi
anak didik menuju pribadi dewasa susila. Pribadi dewasa susila memiliki
beberapa karakteristik, yaitu:
a. Mempunyai
individualitas yang utuh
b. Mempunyai
sosialitas yang utuh
c. Mempunyai
norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan
d. Bertindak
sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggung jawab sendiri demi
kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan masyarakat atau orang lain
Dalam (Fuad, 2001: 8) Kita dapat membedakan pendidik
menjadi dua kategori ialah:
Ø Pendidik
menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai
pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara
kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya). Hubungan orang tua
dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a. Unsur
kasih sayang pendidik terhadap anak
b. Unsur
kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak
Ø Pendidik
menurut jabatan ialah guru
Guru sebagai pendidik
menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua,
masyarakat, dan negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar
kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru
memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari
sikap dan sifat orang tua pada umumnya antara lain:
a. Kasih
sayang kepada peserta didik
b. Tanggung
jawab kepada tugas pendidik
Dalam (Hasbullah, 2009: 19) Ada beberapa
karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam
mendidik, yaitu:
a. Kematangan
diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara wajar dan
memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu,
sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri
atau menjadi beban orang lain.
b. Kematangan
sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina
kerja sama dengan orang lain.
c. Kematangan
profesional; menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta
mempunyai pengetahuan yang cukup tentng latar belakang anak didik dan
perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik.
·
Faktor anak didik
Dalam (Hasbullah, 2009: 23) Dalam pengertian umum,
anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sedang dalam arti sempit
anak didik ialah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada
tanggung jawab pendidik.
Dalam (Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 52) Ciri khas
peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik:
a. Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik
b. Individu
yang sedang berkembang
c. Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
d. Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Anak didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa
tergantung kepada pendidiknya, anak didik merasa bahwa ia memiliki
kekurangan-kekurangan tertentu, ia menyadari bahwa kemampuannya masih sangat
terbatas dibandingkan dengan kemampuan pendidiknya. Kekurangan ini membawanya
untuk mengadakan interaksi dengan pendidiknya dalam situasi pendidikan. Namun
ketergantungan anak didik kepada pendidiknya hanya bersifat sementara saja, sebab
pada suatu saat anak didik diharapkan mampu berdiri sendiri, dan dalam hal ini
sedikit demi sedikit peran pendidik dalam memberikan bantuan semakin berkurang
sejalan dengan perkembangan anak menuju kedewasaan.
·
Faktor alat pendidikan
Dalam (Hasbullah, 2009: 26) alat pendidikan adalah
suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya suatu
tujuan pendidikan yang tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan
yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan. Alat-alat pendidikan berupa perbuatan-perbuatan konkret dan tegas
dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar
dan berhasil.
Dalam (Hasbullah, 2009: 27) Ditinjau dari segi
wujudnya, maka alat pendidikan itu dapat berupa:
a. Perbuatan
pendidik (software): mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah, pujian,
teguran, ancaman dan hukuman.
b. Benda-benda
sebagai alat bantu (hardware): mencakup meja, kursi, papan tulis, kapur tulis,
penghapus, buku, dan sebagainya.
Dalam (Hasbullah, 2009: 28) Dalam hal penggunaan
alat pendidikan, maka yang sangat penting diperhatikan adalah pribadi orang
yang menggunakannya, sehingga penggunaan alat pendidikan tersebut tidak sekedar
persoalan teknis belaka, namun lebih jauh justru menyangkut persoalan pribadi
pendidik.
Dalam (Hasbullah, 2009: 28) Oleh karena itu dalam
memilih alat pendidikan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. tujuan
yang ingin dicapai
b. orang
yang menggunakan alat
c. untuk
siapa alat itu digunakan
d. efektifitas
penggunaan alat tersebut
·
Faktor lingkungan
Dalam (Hasbullah, 2009: 32) Menurut Sartain yang
dimaksud dengan lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, dan perkembangan
kita.
Dalam (Hasbullah, 2009:
33) Pada dasarnya lingkungan mencakup:
a. Tempat
(lingkungan fisik): keadaan iklim, keadaan tanah, dan keadaan alam.
b. Kebudayaan
(lingkungan budaya): dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni,
ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup.
c. Kelompok
hidup bersama (lingkungan sosial): keluarga, kelompok bermain, desa,
perkumpulan.
4.
Aliran-aliran
pendidikan
Aliran-aliran
pendidikan terdiri atas:
·
Nativisme
Dalam (Sukardjo, 2009: 23) Paham ini menentang paham
empirisme yang dikemukakan John Lock. Nativs (dari bahasa latin) memiliki arti
terlahir. Menurut paham ini, dikatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia
sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya
masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Oleh
karena itu, menurut paham ini perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak
lahir. Berdasarkan aliran ini, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh
anak itu sendiri.
Dalam (Sukardjo, 2009: 24) Aliran ini pun
berkeyakinan bahwa manusia yang jahat akan menjadi jahat dan sebaliknya yang
baik akan menjadi baik. Singkatnya aliran nativisme menekankan kemampuan dalam
diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang
berpengaruh terhadap pendidikan anak. Yang paling berpengaruh menurut aliran
ini adalah pembawaan. Pendidikan tidak akan berdaya mempengaruhi perkembangan
anak karena setiap anak telah memiliki pembawaannya sejak dilahirkan.
·
Naturalisme
Dalam (Ngalim, 2003: 59) Nature artinya alam atau
apa yang dibawa sejak lahir. Aliran naturalisme berpendapat bahwa pada
hakikatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil
perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya
atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh pendidikan yang diterimanya baik, akan
menjadi baiklah ia; akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula
hasilnya. Anak hendaknya dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut
alamnya; manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya.
Dalam (Sukardjo, 2009: 28) Oleh karena itu, di sini
jelas bahwa Rousseaue tidak berharap pada pendidikan. Dengan kata lain sekolah
tidak perlu ada. Ia menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang
mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi
guru.
·
Empirisme
Dalam (Ngalim, 2003: 59) Aliran empirisme
berpendapat berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia-manusia dapat dididik menjadi apa saja menurut kehendak lingkungan atau
pendidiknya.
Dalam (Sukardjo, 2009: 19) Aliran empirisme merupakan
aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran
ini menyatakan bahwa perkembangan anak bergantung pada lingkungan, sedangkan
pembawaan yang dibawanya dari semenjak lahir tidak dipentingkan.
Dalam (Sukardjo, 2009: 20) Menurut pandangan
empirisme, pendidikan memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik
menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan
diterima oleh anak sebagai sejumlah pengalaman yang ke semua pengalaman itu
telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan.
Dalam (Sukardjo, 2009: 21) Aliran empirisme
dipandang sebagai aliran yang sangat
optimis terhadap pendidikan, sebab aliran ini hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Adapun kemampuan dasar yang dibawa
anak sejak lahir dianggap tidak menentukan keberhasilan seseorang. Aliran ini
masih menganggap manusia sebagai makhluk yang pasif, mudah dibentuk atau
direkayasa, sehingga lingkungan pendidikan dapat menentukan segalanya.
·
Konvergensi
Dalam (Sukardjo, 2009: 30) Konvergensi artinya titik
pertemuan. Pelopor aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang
ahli jiwa kebangsaan Jerman. Ia mengatakan bahwa seseorang terlahir dengan
pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk. Ia pun mengakui bahwa proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang
dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan
yang baik pun sulit mengembangkan potensi anak secara optimal apabila tidak
terdapat bakat yang diperlukan bagi perkembangan yang diharapkan anak tersebut.
Dengan demikian, paham ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan
lingkungan yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman.
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 76) Teori yang
dikemukakan William Stern disebut juga teori Konvergensi artinya memusat ke
suatu titik. Jadi menurut toeri konvergensi:
Ø Pendidikan
perlu diberikan
Ø Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri
Ø Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberian lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya hal-hal yang buruk
5.
Lingkungan
Pendidikan
Dalam
(Purba dan Yusnadi, 2014: 77) Lingkungan pendidikan adalah semua lingkungan
yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Ada
pengaruh yang bersifat langsung, ada pula pengaruh yang tidak langsung.
Lingkungan
pendidikan meliputi:
a. Lingkungan
keluarga
Dalam
(Fuad, 2001: 57) Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang terutama dan
utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang
menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga
akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti, dan
kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah
yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan
selanjutnya di sekolah.
Dalam
(Fuad, 2001:58) Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap
pendidikan anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti,
latihan keterampilan, dan pendidikan kesosialan, seperti tolong-menolong. Dalam
rangka pelaksanaan pendidikan nasional, peran keluarga sebagai lembaga
pendidikan semakin tampak penting. Peranan keluarga terutama dalam penanaman
sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan bakat serta pembinaan bakat dan
kepribadian.
Dalam
(Hasbullah, 2009: 39) Fungsi dan peranan pendidikan pendidikan keluarga:
·
Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Di
dalam keluargalah anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari
dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan
keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan
keluarga.
Lembaga
pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting
dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan kelarga ini sangat penting
diperhatikan sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan
individu selanjutnya ditentukan.
·
Menjamin kehidupan emosional anak
Suasana
di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi rasa cinta dan simpati yang
sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk
itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan akan
rasa kasih sayang dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya
hubungan darah antara pendidik dengan anak didik, sebab orang tua hanya
menghadapi sedidik anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa
cinta kasih sayang murni.
Kehidupan
emosional ini merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam membentuk
pribadi seseorang. Berdasarkan penilitian, terbukti adanya kelainan-kelaian di
dalam perkembangan pribadi individu yang disebabkan oleh kurang berkembangnya
kehidupan sosial secara wajar.
·
Menanamkan dasar pendidikan moral
Di
dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang
biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang
dapat dicontoh oleh anak. Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat dan
berbicara akan ditiru oleh anak. Teladan ini melahirkan gejala identifikasi
positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru, dan hal ini penting
sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.
·
Memberikan dasar pendidikan sosial
Di
dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan
dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan
lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini
mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong menolong,
gotong royong secara keluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit,
bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian dalam
segala hal.
·
Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa
kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup
beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak-anak seharusnya
dibiasakan ikut serta ke mesjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah,
mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar
sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan, bahwa anak
yang semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan
keagamaan, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup
keagamaan.
b. Lingkungan
sekolah
Dalam (Hasbullah, 2009: 34) Tidak semua tugas
mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal
ilmu pengetuhan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimlah
anak ke sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama
mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai
lembaga terhadap pendidikan, di antaranya adalah sebagai berikut:
·
Sekolah membantu orang tua mengerjakan
kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik
·
Sekolah memberikan pendidikan untuk
kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah
·
Sekolah melatih anak-anak memperoleh
kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar, dan
ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
·
Di sekolah diberikan pelajaran etika,
keagamaan, estetika, membedaan benar atau salah, dan sebagainya.
Dalam (Hasbullah, 2009:
48) Sifat-sifat pendidikan sekolah:
·
Tumbuh sesudah keluarga
Dalam sebuah keluarga
tidak selamanya tersedia kesempatan dan kesanggupan memberikan pendidikan
kepada anaknya, sehingga keluarga menyerahkan tanggung jawabnya kepada sekolah.
Di sekolah anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis,
berhitung, menggambar, serta ilmu-ilmu yang lain. Materi-materi tersebut jelas
sangat sulit diselenggarakan di lingkungan keluarga.
·
Lembaga pendidikan formal
Dinamakan lembaga
pendidikan formal karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti
memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan secara
resmi.
·
Lembaga pendidikan tidak bersifat
kodrati
Lembaga pendidikan
didirikan tidak atas dasar hubungan darah antara guru dan murid seperti halnya
di keluarga, tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan. Murid juga
tidak secara kodrat harus mengikuti pendidikan sekolah tertentu, karena itu
sekolah merupakan pendidikan yang tidak bersifat kodrat.
Dalam (Hasbullah, 2009: 35) Di samping itu
pendidikan sekolah juga memiliki ciri-ciri khusus:
·
Diselenggarakan secara khusus dan dibagi
atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis
·
Usia siswa di suatu jenjang relatif
homogen
·
Waktu pendidikan relatif lama sesuai
dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
·
Isi pendidikan lebih banyak yang
bersifat akademis dan umum
·
Mutu pendidikan sangat ditekankan
sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang
c. Lingkungan
masyarakat
Dalam (Hasbullah, 2009: 55) Masyarakat diartikan
sebagai sekumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh
pengalaman-pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan
kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga
dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ketika
anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di
luar dari pendidikan sekolah.
Dalam (Hasbullah, 2009:58) Masyarakat merupakan
lembaga pendidikan yang ketiga setelah di lingkungan keluarga dan lingkungan
sekolah. Bila dilihat ruang lingkup masyarakat, banyak dijumpai keanekaragaman
bentuk dan sifat masyarakat. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh
masayarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan seumur hidup.
Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas,
di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan keluarga dan di
lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam
masyarakat.
Dalam
(Hasbullah, 2009:56) Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, meliputi segala bidang baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
pendidik untuk mendewasakan peserta didik. Dalam pelaksanaan pendidikan tersebut,
maka akan ada tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan. Untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan itu, maka harus didukung oleh
unsur-unsur atau komponen-komponen pendidikan. Unsur-unsur tersebut harus dapat
bekerja sama dalam satu kesatuan dan melaksanakan fungsinya masing-masing guna
ketercapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Unsur-unsur tersebutlah yang
menjadi faktor dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan itu sendiri diselenggarakan dalam tiga
lingkungan yang tentunya akan dijalankan oleh manusia, yakni lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang utama dan pertama diterima anak didik.
Yang kemudian dilanjutkan di lingkungan sekolah, karena keluarga tidak dapat
melakukan tugas mendidik tertentu, seperti dalam pengetahuan dan keterampilan.
Dan lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pelaksanaan pendidikan seumur
hidup, karena pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat
terbatas, di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya.
B. Saran
Pendidikan
merupakan proses yang sangat penting untuk mendewasakan seseorang untuk
mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu pendidikan harus
dilaksanakan dengan sebaik mungkin sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Segala faktor-faktor yang ada diharapkan menjalankan fungsinya sebaik mungkin
agar dapat memberikan kelancaran dalam pendidikan.
Keluarga,
sekolah, dan masyarakat merupakan tempat di mana seseorang dapat memperoleh
pendidikan. Oleh karena itu ketiga lingkungan tersebut harus dapat menjalankan
fungsinya sesuai dengan letaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Sukardjo,
M dan Ukim Komarudin. 2009: Landasan
Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto,
Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan Teoritis
dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihsan,
Fuad. 2001. Dasar-dasar Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hasbullah.
2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Purba,
Edward dan Yusnadi. 2014. Filsafat
Pendidikan. Medan: Unimed Press.
Tirtarahardja,
Umar dan S. L. La Sulo. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Share This :
0 komentar:
Posting Komentar