Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Minggu, 30 November 2014

Hakikat Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus didapatkan dan diperoleh oleh setiap orang. Negara pun dengan tegas menjamin pendidikan itu agar dapat diperoleh oleh setiap warga negaranya, seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dalam ayat 2 juga disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lebih lanjut lagi, pemerintah juga menegaskan pendidikan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 secara lebih lanjut dalam suatu sistem pendidikan nasional.
Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasarnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pendidikan haruslah terlaksana sesuai dengan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan haruslah terlaksana sesuai dengan pedomannya yang terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga UU Sisdiknas.

B.     Batasan Masalah
·       Pengertian pendidikan
·       Tujuan pendidikan
·       Faktor-faktor pendidikan
·       Aliran-aliran pendidikan
·       Lingkungan pendidikan

C.    Tujuan
·       Mengetahui pengertian pendidikan
·       Memahami tujuan pendidikan
·       Memahami faktor-faktor pendidikan
·       Mengetahui aliran-aliran pendidikan

·       Mengetahui lingkungan pendidikan




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Pendidikan
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 58) Sebelum dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan pendidikan, terlebih dahulu perlu kiranya diterangkan dua istilah yang hampir sama dan selalu dijumpai dalam praktek pelaksanaan pendidikan secara etimologi, yakni paedagogie dan paedagogiek. Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogie artinya adalah pendidikan.
Dalam (Hasbullah, 2009: 1) dalam arti sederhana pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 60) Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas, tidak terbatas hanya pada usia kalender melainkan lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap nalar baik intelektual maupun emosional dan sosial. Bobot kedewasaan ini akan terungkap dalam kematangannya dalam berpikir, berucap, berperilaku, dan membuat keputusan.
Dalam (Hasbullah, 2009: 2) Pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli (pendidikan):
a.       Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
b.      John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
c.       Ki Hajar dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
d.      Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
e.       Menurut UU No. 20 Tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

2.      Tujuan Pendidikan
Pendidikan, dalam pelaksaan dan penyelenggaraannya tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan yang hendak dicapainya. Tujuan merupakan hal yang sangat esensial karena tujuan merupakan akhir dari suatu pelaksanaan. Jika tujuan tersebut telah tercapai, maka pelaksanaan dari suatu pendidikan telah berjalan dengan baik.
Dalam (Hasbullah, 2009: 12) Fungsi tujuan bagi pendidikan:
·         Sebagai arah pendidikan
Tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha, sedangkan arah tadi menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang kepada situasi berikutnya. Dalam meninjau tujuan sebagai arah ini, tidak ditekankan pada persoalan kejurusan mana garis yang telah memberi arah pada usaha tersebut, tetapi ditekankan kepada masalah garis manakah yang harus kita ambil dalam melaksanakan usaha tersebut.
·         Sebagai titik akhir
Suatu usaha tentu saja mengalami permulaan serta mengalami pula akhirnya. Mungkin saja ada usaha yang terhenti dikarenakan sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha itu belum bisa dikatakan telah berakhir. Pada umumnya, suatu usaha baru berakhir jika tujuan akhirnya telah tercapai. Dalam kaitan ini, yang diperhatikan adalah hal-hal yang terletak pada jangkauan masa datang, bukan pada situasi sekarang.
·         Sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain
Apabila tujuan merupakan titik akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha. Dengan demikian, antara dasar dan tujuan terbentanglah garis yang emnunjukkan arah bergeraknya usaha tersebut, serta dasar dan tujuan pendidikan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.
·         Memberi nilai pada usaha yang dilakukan
Dalam konteks usaha-usaha yang dilakukan, kadang-kadang didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia dibandingkan yang lainnya. Semua ini terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai tertentu.
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 69) Jenis-jenis tujuan pendidikan dapat dibedakan menurut luas dan sempitnya isi tujuan itu yang sekaligus berkaitan dengan jauh dekatnya jarak waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan luas dans empitnya isi tujuan serta jauh dekatnya jarak waktu untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka dapat disusun menurut hierarkinya sebagai berikut:
·         Tujuan pendidikan nasional
Tujuan ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Tujuan pendidikan nasional atau negara Indonesia tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan nasional ini sangat umum sesuai dengan isinya yang sangat luas dan waktu pencapaiannya pun sangat lama, mungkin sepanjang hayat manusia itu sendiri. Tujuan ini merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum untuk semua lembaga pendidikan yang ada di negara Indonesia, baik persekolahan maupun keluarga dan lembaga lainnya, dan dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.
·         Standar kompetensi lulusan
Tujuan ini merupakan tujuan masing-masing lembaga atau jenis dan tingkatan sekolah. Tujuan ini tercantum dalam kurikulum sekolah/lembaga pendidikan yang menggambarkan perilaku yang harus dimiliki peserta didik setelah selesai belajar di sekolah tersebut. Tujuan inilah yang membedakan sekolah baik jenis maupun jenjangnya.
·         Kompetensi inti
Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar. Kompetensi inti mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasian muatan pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan.
Sikap spiritual adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap sosial adalah berakhalak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis serta bertanggung jawab. Pengetahuan adalah berilmu. Sedangkan keterampilan adalah cakap dan kreatif.
·         Kompetensi dasar
Kompetensi dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan pembelajaran, pengalaman belajar, atau mata pelajaran yang mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi dasar merupakan tujuan masing-masing bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan ini merupakan tujuan yang akan dicapai setelah mengikuti pembelajaran tertentu berupa topik atau tema tertentu. Tujuan ini harus dijabarkan supaya lebih operasional baik dalam pencapaiannya maupun dalam asesmennya, untuk mengetahui ketercapaian tujuan tersebut oleh peserta didik.
·         Indikator
Tujuan inilah yang langsung dimiliki peserta didik setelah selesai pembelajaran. Maka perumusan tujuan ini harus jelas, spesifik, terukur, dan berupa hasil belajar, perilaku peserta didik yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.

3.      Faktor-faktor pendidikan
Dalam meyelenggarakan pendidikan guna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya elemen-elemen yang mendukung untuk ketercapaian tujuan pendidikan tersebut. Elemen-elemen tersebut mempunyai peranan yang penting dan sangat berpengaruh pada tujuan yang diinginkan. Elemen-elemen tersebutlah yang menjadi faktor dalam penyelenggaraan pendidikan.
Faktor-faktor pendidikan terdiri atas:
·         Faktor tujuan
Dalam (Fuad, 2001: 7) Dalam praktek pendidikan baik di lingkungan keluarga di sekolah, maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidikan agar dapat dicapai oleh peserta didiknya.
Dalam (Hasbullah, 2009: 10) Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi.
·         Faktor pendidik
Dalam (Hasbullah, 2009: 17) Pendidik ialah seorang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik. Secara umum dikatakan bahwa setiap orang dewasa dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan sosial, perbuatan fundamental yang menyangkut keutuhan perkembangan pribadi anak didik menuju pribadi dewasa susila. Pribadi dewasa susila memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a.       Mempunyai individualitas yang utuh
b.      Mempunyai sosialitas yang utuh
c.       Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan
d.      Bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai itu atas tanggung jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan masyarakat atau orang lain
Dalam (Fuad, 2001: 8) Kita dapat membedakan pendidik menjadi dua kategori ialah:
Ø  Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya). Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.       Unsur kasih sayang pendidik terhadap anak
b.      Unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak
Ø  Pendidik menurut jabatan ialah guru
Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat, dan negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orang tua pada umumnya antara lain:
a.       Kasih sayang kepada peserta didik
b.      Tanggung jawab kepada tugas pendidik
Dalam (Hasbullah, 2009: 19) Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik, yaitu:
a.       Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.
b.      Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.
c.       Kematangan profesional; menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentng latar belakang anak didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik.
·         Faktor anak didik
Dalam (Hasbullah, 2009: 23) Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sedang dalam arti sempit anak didik ialah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik.
Dalam (Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 52) Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik:
a.       Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik
b.      Individu yang sedang berkembang
c.       Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
d.      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Anak didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa tergantung kepada pendidiknya, anak didik merasa bahwa ia memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, ia menyadari bahwa kemampuannya masih sangat terbatas dibandingkan dengan kemampuan pendidiknya. Kekurangan ini membawanya untuk mengadakan interaksi dengan pendidiknya dalam situasi pendidikan. Namun ketergantungan anak didik kepada pendidiknya hanya bersifat sementara saja, sebab pada suatu saat anak didik diharapkan mampu berdiri sendiri, dan dalam hal ini sedikit demi sedikit peran pendidik dalam memberikan bantuan semakin berkurang sejalan dengan perkembangan anak menuju kedewasaan.
·         Faktor alat pendidikan
Dalam (Hasbullah, 2009: 26) alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Alat-alat pendidikan berupa perbuatan-perbuatan konkret dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil.
Dalam (Hasbullah, 2009: 27) Ditinjau dari segi wujudnya, maka alat pendidikan itu dapat berupa:
a.       Perbuatan pendidik (software): mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran, ancaman dan hukuman.
b.      Benda-benda sebagai alat bantu (hardware): mencakup meja, kursi, papan tulis, kapur tulis, penghapus, buku, dan sebagainya.
Dalam (Hasbullah, 2009: 28) Dalam hal penggunaan alat pendidikan, maka yang sangat penting diperhatikan adalah pribadi orang yang menggunakannya, sehingga penggunaan alat pendidikan tersebut tidak sekedar persoalan teknis belaka, namun lebih jauh justru menyangkut persoalan pribadi pendidik.
Dalam (Hasbullah, 2009: 28) Oleh karena itu dalam memilih alat pendidikan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.       tujuan yang ingin dicapai
b.      orang yang menggunakan alat
c.       untuk siapa alat itu digunakan
d.      efektifitas penggunaan alat tersebut
·         Faktor lingkungan
Dalam (Hasbullah, 2009: 32) Menurut Sartain yang dimaksud dengan lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, dan perkembangan kita.
Dalam (Hasbullah, 2009: 33) Pada dasarnya lingkungan mencakup:
a.       Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim, keadaan tanah, dan keadaan alam.
b.     Kebudayaan (lingkungan budaya): dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup.
c.  Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial): keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan.

4.      Aliran-aliran pendidikan
Aliran-aliran pendidikan terdiri atas:
·         Nativisme
Dalam (Sukardjo, 2009: 23) Paham ini menentang paham empirisme yang dikemukakan John Lock. Nativs (dari bahasa latin) memiliki arti terlahir. Menurut paham ini, dikatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing. Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Oleh karena itu, menurut paham ini perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak lahir. Berdasarkan aliran ini, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Dalam (Sukardjo, 2009: 24) Aliran ini pun berkeyakinan bahwa manusia yang jahat akan menjadi jahat dan sebaliknya yang baik akan menjadi baik. Singkatnya aliran nativisme menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak. Yang paling berpengaruh menurut aliran ini adalah pembawaan. Pendidikan tidak akan berdaya mempengaruhi perkembangan anak karena setiap anak telah memiliki pembawaannya sejak dilahirkan.
·         Naturalisme
Dalam (Ngalim, 2003: 59) Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran naturalisme berpendapat bahwa pada hakikatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh pendidikan yang diterimanya baik, akan menjadi baiklah ia; akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. Anak hendaknya dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya; manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya.
Dalam (Sukardjo, 2009: 28) Oleh karena itu, di sini jelas bahwa Rousseaue tidak berharap pada pendidikan. Dengan kata lain sekolah tidak perlu ada. Ia menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
·         Empirisme
Dalam (Ngalim, 2003: 59) Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik menjadi apa saja menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya.
Dalam (Sukardjo, 2009: 19) Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan anak bergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan yang dibawanya dari semenjak lahir tidak dipentingkan.
Dalam (Sukardjo, 2009: 20) Menurut pandangan empirisme, pendidikan memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima oleh anak sebagai sejumlah pengalaman yang ke semua pengalaman itu telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan.
Dalam (Sukardjo, 2009: 21) Aliran empirisme dipandang  sebagai aliran yang sangat optimis terhadap pendidikan, sebab aliran ini hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Adapun kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan keberhasilan seseorang. Aliran ini masih menganggap manusia sebagai makhluk yang pasif, mudah dibentuk atau direkayasa, sehingga lingkungan pendidikan dapat menentukan segalanya.
·         Konvergensi
Dalam (Sukardjo, 2009: 30) Konvergensi artinya titik pertemuan. Pelopor aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli jiwa kebangsaan Jerman. Ia mengatakan bahwa seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk. Ia pun mengakui bahwa proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik pun sulit mengembangkan potensi anak secara optimal apabila tidak terdapat bakat yang diperlukan bagi perkembangan yang diharapkan anak tersebut. Dengan demikian, paham ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman.
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 76) Teori yang dikemukakan William Stern disebut juga teori Konvergensi artinya memusat ke suatu titik. Jadi menurut toeri konvergensi:
Ø  Pendidikan perlu diberikan
Ø  Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri
Ø  Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberian lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya hal-hal yang buruk

5.      Lingkungan Pendidikan
Dalam (Purba dan Yusnadi, 2014: 77) Lingkungan pendidikan adalah semua lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Ada pengaruh yang bersifat langsung, ada pula pengaruh yang tidak langsung.
Lingkungan pendidikan meliputi:
a.       Lingkungan keluarga
Dalam (Fuad, 2001: 57) Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang terutama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Dalam (Fuad, 2001:58) Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan, dan pendidikan kesosialan, seperti tolong-menolong. Dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional, peran keluarga sebagai lembaga pendidikan semakin tampak penting. Peranan keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan bakat serta pembinaan bakat dan kepribadian.
Dalam (Hasbullah, 2009: 39) Fungsi dan peranan pendidikan pendidikan keluarga:
·         Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Di dalam keluargalah anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan kelarga ini sangat penting diperhatikan sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
·         Menjamin kehidupan emosional anak
Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dengan anak didik, sebab orang tua hanya menghadapi sedidik anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa cinta kasih sayang murni.
Kehidupan emosional ini merupakan salah satu faktor yang terpenting di dalam membentuk pribadi seseorang. Berdasarkan penilitian, terbukti adanya kelainan-kelaian di dalam perkembangan pribadi individu yang disebabkan oleh kurang berkembangnya kehidupan sosial secara wajar.
·         Menanamkan dasar pendidikan moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak. Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak. Teladan ini melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru, dan hal ini penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.
·         Memberikan dasar pendidikan sosial
Di dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong menolong, gotong royong secara keluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian dalam segala hal.
·         Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke mesjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan, bahwa anak yang semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan.
b.      Lingkungan sekolah
Dalam (Hasbullah, 2009: 34) Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetuhan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimlah anak ke sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, di antaranya adalah sebagai berikut:
·         Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik
·         Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah
·         Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar, dan ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
·         Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membedaan benar atau salah, dan sebagainya.
Dalam (Hasbullah, 2009: 48) Sifat-sifat pendidikan sekolah:
·         Tumbuh sesudah keluarga
Dalam sebuah keluarga tidak selamanya tersedia kesempatan dan kesanggupan memberikan pendidikan kepada anaknya, sehingga keluarga menyerahkan tanggung jawabnya kepada sekolah. Di sekolah anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar, serta ilmu-ilmu yang lain. Materi-materi tersebut jelas sangat sulit diselenggarakan di lingkungan keluarga.
·         Lembaga pendidikan formal
Dinamakan lembaga pendidikan formal karena sekolah mempunyai bentuk yang jelas, dalam arti memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan ditetapkan secara resmi.
·         Lembaga pendidikan tidak bersifat kodrati
Lembaga pendidikan didirikan tidak atas dasar hubungan darah antara guru dan murid seperti halnya di keluarga, tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan. Murid juga tidak secara kodrat harus mengikuti pendidikan sekolah tertentu, karena itu sekolah merupakan pendidikan yang tidak bersifat kodrat.
Dalam (Hasbullah, 2009: 35) Di samping itu pendidikan sekolah juga memiliki ciri-ciri khusus:
·         Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkis
·         Usia siswa di suatu jenjang relatif homogen
·         Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan
·         Isi pendidikan lebih banyak yang bersifat akademis dan umum
·         Mutu pendidikan sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang
c.       Lingkungan masyarakat
Dalam (Hasbullah, 2009: 55) Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.
Dalam (Hasbullah, 2009:58) Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Bila dilihat ruang lingkup masyarakat, banyak dijumpai keanekaragaman bentuk dan sifat masyarakat. Lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masayarakat adalah salah satu unsur pelaksana asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas, di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya. Segala pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di lingkungan keluarga dan di lingkungan sekolah akan dapat berkembang dan dirasakan manfaatnya dalam masyarakat.
 Dalam (Hasbullah, 2009:56) Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk mendewasakan peserta didik. Dalam pelaksanaan pendidikan tersebut, maka akan ada tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan itu, maka harus didukung oleh unsur-unsur atau komponen-komponen pendidikan. Unsur-unsur tersebut harus dapat bekerja sama dalam satu kesatuan dan melaksanakan fungsinya masing-masing guna ketercapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Unsur-unsur tersebutlah yang menjadi faktor dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pendidikan itu sendiri diselenggarakan dalam tiga lingkungan yang tentunya akan dijalankan oleh manusia, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang utama dan pertama diterima anak didik. Yang kemudian dilanjutkan di lingkungan sekolah, karena keluarga tidak dapat melakukan tugas mendidik tertentu, seperti dalam pengetahuan dan keterampilan. Dan lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pelaksanaan pendidikan seumur hidup, karena pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga dan sekolah sangat terbatas, di masyarakatlah orang akan meneruskannya hingga akhir hidupnya.

B.     Saran
Pendidikan merupakan proses yang sangat penting untuk mendewasakan seseorang untuk mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Segala faktor-faktor yang ada diharapkan menjalankan fungsinya sebaik mungkin agar dapat memberikan kelancaran dalam pendidikan.
Keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan tempat di mana seseorang dapat memperoleh pendidikan. Oleh karena itu ketiga lingkungan tersebut harus dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan letaknya.



DAFTAR PUSTAKA


Sukardjo, M dan Ukim Komarudin. 2009: Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ihsan, Fuad. 2001. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Purba, Edward dan Yusnadi. 2014. Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed Press.

Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Share This :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 

Followers