BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepercayaan terhadap Allah merupakan
hak warga negara yang sudah terjamin oleh negara dan konstitusi. Semua orang
berhak menjalankan agamanya sesuai dengan kepercayaan dan agama yang dianutnya.
Umat Islam juga mempercayai adanya Allah dengan menjalankan segala syariat
islam yang sudah diperintahkan kepada semua hamba Allah. Tidak ada yang dapat
melarang umat Islam menjalankan syariat dan keyakinan yang diyakininya sebagai
wujud kepercayaan yang dimilikinya.
Wujud Tuhan yang esa merupakan sifat
mutlak yang harus diyakini oleh setiap muslim dan muslimat. Dengan keimanan
yang setiap muslim punya, ia dapat mempercayai keesaan Allah. Maka dengan
sendirinya ia akan bertakwa kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya
dan menjauhi segala larangannya. Dengan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, maka itu dapat meyakinkan setiap muslim untuk selalu percaya kepada
Allah semata. Allah Yang Maha Kuasa menunjukkan bahwa Allah mempunyai kekuatan
yang lebih besar dari segala makhluknya. Maka kita dapat meminta apa yang kita
ingin kepadaNya karena Allah Maha Segalanya.
Namun dalam kenyataannya, masih ada
dan banyak saja muslim dan muslimat yang percaya terhadap sosok selain Allah.
Seperti halnya dukun, yang sampai saat ini masih terus diyakini semua pihak
untuk melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat manusia biasa atau yang terjadi
secara ganjil dalam diri seorang individu. Dalam berita online (Batam Pos, 27 Mei 2014 - 13:00 WIB) “Rumah
Dibobol, Perwira Polisi Lapor ke Dukun”
memberitakan bahwa seorang perwira polisi yang bernama AKBP Achmad Soemba rumahnya dibobol maling, namun ia bukan melaporkan kejadian hal tersebut
kepada polisi, melainkan dia mendatangi dukun untuk mengetahui siapa pelaku
yang membobol uangnya. Dia tidak percaya terhadap instansinya sendiri,
melainkan percaya kepada dukun.
Dalam berita online lainnya (Tribun
Medan, 25 Agustus 2014 14:53 WIB) “Ditipu Dukun
Palsu Pengusaha Ini Lapor Polisi” memberitakan bahwa seorang pengusaha
melaporkan seorang dukun ke polisi setelah dia melakukan pengobatan dengan
dukun tersebut. Namun dia merasa ditipu atas praktek dukun palsu tersebut. Menginginkan
kesehatan janganlah mendatangi dukun untuk meminta bantuan kesembuhan. Kita
haruslah berdoa dan memohon kepada Allah untuk meminta kesembuhannya, dengan
terus berikhtiar berobat ke dokter.
Seharusnya
kepercayaan terhadap dukun ini janganlah terjadi. Kita sebagai umat muslim
janganlah percaya kepada kekuatan selain kekuatan Allah. Kekuatan Allah itu
lebih besar dari segalanya, termasuk dukun. Dukun itu tidak ada bandingnya
dengan dengan kekuatan Allah. Maka dari itu percaya kepada Allah haruslah kita
terus tingkatkan dan memperkuat iman kita terhadap Allah.
B.
Batasan
Masalah
1.
Keimanan
2.
Ketakwaan
3.
Ketuhanan
C.
Tujuan
1. Memahami
makna keimanan
2. Memahami
makna ketakwaan
3. Memahami
makna ketuhanan
D.
Manfaat
1. Untuk
meningkatkan keimanan dalam diri mahasiswa
2. Untuk
memperkuat rasa ketuhanan setiap mahasiswa
3. Untuk
menambah pemahaman dan pengetahuan kepada mahasiswa
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Keimanan
dan Ketakwaan
1.
Pengertian
Iman
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab
itu, setiap ajaran Islam yang berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan
iman. Dengan demikian, iman mengambil pusat kesadarannya di dalam hati manusia.
Ulama memberikan terminologi iman dengan beragam istilah.
Namun demikian, disepakati bahwa keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang
terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati
tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan
anggota tubuh. Inilah kerangka dasar iman yang disepakati Ahli Sunnah Wa al-Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua
kalimah syahadat, yaitu bersaksi
tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah. Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang seseorang yang masuk islam.
Membenarkan dengan hati adalah meyakini sepenuhnya
makna dua kalimah syahadat yang diucapkannya dan segala ajaran-ajaran yang
ditimbulkan syahadat tersebut. Dengan demikian, ketika seseorang mengikrarkan
dua kalimah syahadat tetapi ia tidak meyakini di dalam hatinya hakikat dari
ikrarnya tersebut makaia tergolong seorang munafik. Orang munafik dalam hal
keimanan lebih berbahaya dari orang kafir.
Merealisasikan tuntutan keimanan berarti tunduk dan
patuh kepada segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan keimanan dengan cara
melaksanakannya. Oleh sebab itu, ia akan menempatkan ajaran-ajaran wajib pada
kedudukan wajib, ajaran-ajaran yang sunnat pada kedudukan sunat, larangan-larangan
yang haram pada posisi haram, larangan-larangan makruh (dibenci Allah) pada posisi makruh, dan hal-hal yang mubah
(boleh) pada kedudukan boleh dilaksanakan dan boleh ditinggalkan.
2.
Wujud
Iman
Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan
penegakannya kepada rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan
hati, pengakuan, dan perilakunya. Pada tingkatan perilaku inilah wujud iman
tersebut dapat terlihat.
Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin
sepenuhnya tanpa sedikitpun keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh
sebab itu, maka setiap Muslim wajib mempercayai hal-hal berikut:
a. Allah
itu esa pada zat
Keesaan
Allah pada zat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu tunggal, tiada
terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana makhluk-Nya.
Zatnya itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa elemen material.
Manusia tidak dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah.
b. Allah
itu esa pada sifat
Keesaan
Allah pada sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai
Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang mempunyai sifat keutamaan
dan kesempurnaan.
c. Allah
itu esa pada wujud
Keesaan
Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang wajib
wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin, artinya hanya Allah yang
tetap ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya berpermulaan dan
akan dan binasa, kecuali yang dikekalkan-Nya.
d. Allah
itu esa pada af’al (perbuatan-Nya)
Keesaan
Allah pada af’al ialah mengiktikadkan
bahwa Allah yang menjadikan alam, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi
rizeki, yang menyenangkan, dan yang menyukarkan, yang menyempitkan dan
memewahkan. Dia lah yang menghasilkan terwujudnya segala sesuatu ini.
e. Allah
itu esa pada menerima ibadat hamba-Nya
Keesaan
Allah pada menerima ibadat hamba-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah
yang berhak menerima ibadat hamba. Dialah yang berhak disembah, diibadati, baik
dengan doa maupun dengan amaliah yang lain yang termasuk ibadah.
f. Allah
itu esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah
tidak berhajat kepada apa dan siapa pun. Oleh sebab itu, ketika seorang hamba
menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka ia harus
menujukan permohonannya kepada Allah.
g. Allah
itu esa dalam membataskan batasan-batasan hukum
Allah lah yang
berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, baik melalui firman-Nya di dalam
Alquran maupun melalui Nabi-Nya di dalam Sunnah. Oleh sebab itu, segala produk
hukum syari’ah harus mengacu kepada Alquran dan Sunnah.
Iman kepada malaikat, seorang mukmin wajib mengakui
dan mengimani adanya . Mereka adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada
perintah-Nya dan tidak pernah melakukan maksiat sedikitpun, sebagaimana firman
Allah di bawah ini:
ע يعصون الله مآأمرهم ويفعلون ما
ېؤمرون
Artinya: Malaikat-malaikat
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-tahrim: 6)
Para malaikat memiliki tugas-tugas tertentu seperti
menyampaikan wahyu kepada para Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis
amal perbuatan makhluk, menjaga surga dan neraka, dan lainnya. Oleh sebab itu
seorang mukmin wajib mewujudkan keimanan ini di dalam hatinya dan perilakunya.
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan
bahwa seluruh kitab-kitab yang diturunkan itu datangnya dari Allah. Wujud
keimanan kepada kitab Allah adalah menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup di
dalam segala aspek dan dimensi kehidupannya, baik untuk pribadi, keluarga,
masyarakat, maupun untuk bernegara. Umat islam diwajibkan untuk mengikuti
pesan-pesan ayat Alquran baik pada lahir maupun bathin dan tidak boleh
berpaling.
Iman kepada para rasul adalah membenarkan dengan
sesungguhnya bahwa Allah mengutus kepada umat ini seorang rasul untuk
membimbing mereka. Tugas utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk
mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan serta menjalankan syariat yang
dibawanya. Para rasul dibekali oleh Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan kerasulannya.
Mukjizat adalah sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang terjadi disertai dengan
tantangan kepada orang yang menentangnya. Mukjizat itu bisa berbentuk hal-hal
yang nyata yang dapat disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga. Namun
bisa juga berbentuk yang lain seperti Alquran.
Wujud iman kepada Rasullah adalah melaksanakan
segala Sunahnya dan menjauhi sehala kreasi (bidah)
atas ajarannya. Sunnah adalah setiap perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi.
Kedudukan Sunah terhadap Alquran adalah sebagai penjelas, penetap syariat yang
tidak dikemukakan secara jelas di dalam Alquran.
Iman kepada hari akhir adalah meyakini sepenuh hati
tanpa keraguan sedikitpun bahwa hari kiamat akan terjadi. Munculnya hari kiamat
merupakan waktu berakhirnya dunia ini. Ditemukan dalam sejumlah hadis yang
menggambarkan tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Salah satunya adalah
jika hamba sahaya melahirkan majikannya. Pada hakikatnya, tidak ada yang
mengetahui secara persis kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah. Wujud iman
seseorang terhadap hari kiamat dapat dilihat dari kesiapannya untuk membekali
diri menyongsong hari tersebut. Ketika ia benar-benar beriman dengan hari yang
dahsyat itu maka ia akan melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi
larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.
Rukun iman terakhir adalah percaya kepada qadar dan qadha Allah. Qadar adalah
ketentuan Allah, sementara qadha
merupakan ketetapan-Nya untuk mewujudkan qadar-Nya.
Beriman kepada qadar dan qadha Allah akan menjadikan seseorang sadar
bahwa ia tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui sedikitpun
tentang jalan kehidupannya dan seluruh makhluk ini. Oleh sebab itu, ia harus
berikhtiar untuk terus menjalani hidup ini sesuai dengan perintah Allah. Ia
akan berada di atas tatanan sunatullah dan
syariat-Nya.
3.
Proses
Terbentuknya Iman
Iman
merupakan kepercayaan yang kukuh di dalam hati terhadap sesuatu iman dalam
syari’at Islam adalah mengikrarkan asas keimanan itu dengan lisan, -syahadatain, -membenarkannya dengan
hati, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh.
Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan kesadaran untuk mengikrarkan
sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati. Ikrar itu lahir dari desakan,
kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu membentuk keyakinan yang
disebut dengan iman. Keyakinan yang kuat itu akan melahirkan ketundukan dan
kepatuhan untuk melaksanakan segala perintah yang diasaskan oleh asas-asas
keyakinan dan kesadaran terhadap iman.
Iman
tidak muncul dengan sendirinnya tanpa ada sesuatu yang mempengaruhi seseorang
untuk beriman. Pengaruh yang paling penting adalah kesadaran yang dilandasi
ilmu dan pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang diimaninya. Seseorang yang
beriman tanpa memiliki landasan ilmu untuk mempertahankan dan memupuk
keimanannya, maka iman seperti itu tidak akan kukuh dan rentan terhadap agresi
kepercayaan yang ditawarkan oleh keyakinan agama lain.
Nabi
Muhammad menjelaskan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Oleh sebab itu
iman harus terus dipupul dan ditumbuhkan di dalam hati dan diterapkan dalam
amaliah manusia. Iman akan semakin mantap ketika seseorang terus menambah ilmu
dan mengamalkan serta mengajarkannya kepada orang lain dengan ikhlas hanya
untuk mencari rida Allah.
4.
Tanda-tanda
Orang Beriman
Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala
kosekuensi dan tuntutan keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang
munafik, lain di hati lain di bibir. Demikian pula ia tidak berprilaku seperti
orang yang fasik, beriman di dalam hati tetapi tetap bermaksiat kepada Allah.
Dalam Alquran banyak ditemukan tanda-tanda orang
beriman, misalnya surah at-Taubah ayat
71:
والمؤمنون
والمؤمنت بعضهم أوليآء بعض يعمرون بالمعروف وېنهون عن المنكر وېقيمون الصلوة
وېؤتون ٱلزكوة ويطيعون ٱلله ورسوله وأولۑك سيرحمهم الله إنالله عزيز حكيم
Artinya: Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat di atas, ada lima kriteria
(sifat-sifat) orang mukmin, yaitu:
·
Orang mukmin merupakan orang yang
menjadikan walinya sesama orang yang beriman. Loyalitas terhadap sesama Mukmin
merupakan kewajiban dan melepaskan diri dari ikatan loyalitas terhadap orang
kafir menjadi keniscayaan bagi setiap Mukmin. Bukan berarti kita harus
memerangi setiap orang kafir.
·
Orang yang beriman adalah orang yang
aktif melakukan amar ma’aruf dan nahyi munkar. Ia menyuarakan kebenaran
secara terus-menerus bukan secara musiman saja seperti pada bulan ramadhan
saja, atau pada momentum hari-hari besar Islam semata. Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar haruslah dengan tuntutan syar’i. Sebab jika dilakukan tanpa tuntutan syar’i, maka justru dapat terjebak kepada kemungkaran yang baru.
· Orang beriman adalah orang yang
menegakkan salat. Artinya, seseorang Mukmin akan tetap konsisten dengan
salatnya. Tidak dikatakan seseorang itu memiliki kriteria mukmin, jika ia tidak
melaksanakan salat secara istiqomah
pada setiap waktu-waktu yang diwajibkan untuk salat.
· Orang Mukmin adalah orang yang
memberikan atau mengeluarkan zakatnya, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Oleh sebab itu, bagi
orang-orang memiliki harta dan haul
(waktu) serta nishab (ukuran banyak
atau jumlah)-nya telah sampai maka ia wajib mengeluarkan zakat mal-nya kepada orang yang berhak
menerima zakat sesuai dengan ashnaf-nya.
·
Semua perilaku dan ibadah di atas,
adalah dalam rangka menaati Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, bagi orang
Mukmin maka setiap prilakunya adalah dalam koridor taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
bukan dengan tujuan tertentu selain dalam kerangka ini.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika
akalnya tidak memahami kepada siapa dia beriman. Akal yang tidak memahami hal
ini adalah akal yang belum tercerahkan oleh iman yang kukuh. Orang yang beriman
adalah orang yang mampu memahami hakikat imannya kepada Allah secara
intelektual untuk memperkokoh keimanannya terhadap rububiyah Allah.
Seseorang belum sempurna imannya ketika ia tidak
memiliki rasa keterikatan emosional terhadap imannya tersebut. Orang yang
beriman adalah orang yang memiliki ketajaman rasa diniyah sekaligus mampu mengendalikan emosi syaithaniyah-nya.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika
hakiikat iman yang diakuinya tidak terhunjam dengan kukuh di dalam hatinya (qalbu).
Orang yang beriman adalah orang yang di lubuk hatinya (qalbu-nya) tertanam
keyakinan tauhid kepada Allah tanpa keraguan sedikitpun. Ia mengamini Allah
tidak hanya sebatas ilmu yaqin dan ainul yaqin, tetapi telah
menghantarkannya kepada haqqul yaqin.
5.
Korelasi Antara Iman dan Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa dapat diartikan
sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam secara utuh dan konsisten.
Karakteristik orang orang yang bertakwa yang secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam lima indikator ketakwaan:
Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab
kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini
dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada
kerabat, anak yatim, orang orang miskin, orang orang yang putus belanja di perjalanan,
orang orang yang meminta dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kewajiban dan memerdekakan hamba sahaya.
Ketiga, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dengan
kata lain, orang yang bertakwa adalah orang yang memelihara ibadah formalnya
dengan baik dan konsisten.
Keempat, menepati
janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
Kelima, sabar pada saat kepayahan, kesusahan, dan
pada waktu perang. Dengan kata lain, ia memiliki semangat juang dalam
memelihara agama dan harga dirinya.
Dua kecenderungan sikap terhadap lima indikator di
atas:
·
Sikap konsisten memelihara hubungan
secara vertikal dengan Allah, yang diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan
yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan
terhadap aturan yang dibuatnya.
·
Memelihara hubungan secara horizontal,
yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia.
Seorang yang takwa (mutaqqi) adalah orang yang menghambakan dirinya hanya kepada Allah
bukan kepada mahluk. Ia selalu menjaga hubungan dengan Allah setiap saat. Memelihara
hubungan dengan allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat
menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap
aturan aturan Allah. Karena itu inti ketaqwan adalah melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi laranganya. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan
melaksanakan tugas penghambaan dengan melaksanakan ibadah secara
sungguh-sungguh (khusuk) dan ikhlas. Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan
juga dengan menjauhi perbuatan yang di larang Allah, yaitu perbuatan dosa dan
kemungkaran. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya
adalah bentuk bentuk perilaku yang lahir dari pengadilan hawa nafsu yang ada
dalam dirinya.
B.
Filsafat
Ketuhanan
1.
Siapakah
Tuhan Itu
Kata tuhan di dalam bahasa Indonesia disemaknakan
dengan kata ilah atau rabb dalam bahasa Arab. ilah dalam bahasa arab berarti sesuatu
yang disembah atau diibadahi, sementara rabb
berarti pendidik, pemilik, pembuat kemaslahatan, ditaati, dan disembah. Makna
tuhan dalam cakupan kata ilah dan rabb di atas, ditemukan secara objektif
di dalam ajaran Islam. Tuhan adalah Allah yang disembah, diibadahi, ditaati, pencipta,
pemilik, dan Zat yang mengajari mahluk-Nya.
Di dalam agama agama primitif seperti agama dinamisme,
animisme, dan politisme, juga menyakini adanya kekuatan gaib yang berkuasa. Pada
masyarakat dinamis dan animisme ditemukan bahwa mereka percaya kepada
keberadaan kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Pada masyarakat
poleteisme, kepercayan-kepercayaaan kepada kekuatan gaib dan roh-roh yang
ditemukan sebelumnya, yaitu dinamisme, animisme, meningkat menjadi kepercayaan
kepada dewi dewi. Oleh sebab itu, ritual di dalam kepercayaan ini mengharuskan
adanya penyembahan kepada para dewi-dewi tersebut.
Selain henoteisme dikenal pula adanya kepercayaan
kepada tuhan yang satu, tunggal, dan tidak berbilang. Kepercayaan ini disebut
monoteisme. Islam adalah agama yang paling konsisten dengan monoteisme, tetapi
islam bukan agama yang berevolusi dari dinamisme, animisme, politeisme, honoteisme,
kemenoteisme. Islam adalah agama wahyu yang tidak memiliki evolusi tentang
konsep ketuhanananya.
2.
Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Dalam sejarah kepercayaan umat
manusia tercacat beberapa sistem kepercayaan kepada yang gaib, yaitu dinamisme,
animisme, politeisme, henetoisme dan monoteisme. Menurut para ahli antropologi
agama bahwa sejarah kepercayaan itu memeiliki evolusi, yaitu dari dinamisme ke
animisme, dan seterusnya kepada monoteisme. Namun teori ini banyak mendapat
tantangan teori tentang sejarah manusia yang digagas oleh frazer, yaitu fase
magic, agama, dan ilmu.
Berkenaan dengan teori perkembangan
kepercayaan manusia, paling tidak dapat ditemukan dua teori. Pertama mengatakan
bahwa kepercayaan manusia pada awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju
pada kepercayaan yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan
peradabannya. Teori ini dipelopori oleh E.B. Tylor, yang menyebutkan bahwa
perkembangan alam dan sosial bergerak dari bentuk yang lebih rendah menuju
bentuk yang lebih tinggi dan dari yang sederhana menjadi yang lebih kompleks.
Teori kedua menyatakan bahwa
kepercayaan manusia yang paling perdana adalah monoteisme murni, tetapi karena
perjalanan hidup manusia, maka kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki
oleh kepercayaan animisme dan politeisme.
3.
Tuhan Menurut
Agama agama
Dalam konteks kepercayaan kepada tuhan para ahli
filsafat juga turut serta dalam meramaikan pembicaraan ini. Memang pada
awalnya, pembahasan filsafat yang pertama kali muncul adalah masalah
metafisika,yaitu dari mana asal usul alam dan apa zat yang menjadi dasar alam.
Sebagai filodof yunani berpendapat bahwa alam berasal dari salah satu unsur
atau gabungan dari beberapa unsur alam. Thales mengatakan bahwa alam berasal
dari air, sedangkan Anaximandros mengatakan bahwa alam berasal dari udara.
Empedokles yang datang kemudian berpendapat bahwa alam terdiri atas gabungan
empat unsur yang pokok,yaitu udara,air,api dan tanah.
Selain itu, muncul pula plato dan aristoteles,
mereka mengemukakan pendapat yang sudah sampai memikirkan realitas di luar
alam, yaitu zat yang berbeda dengan alam, bersifat immateri, abadi, satu dan
sempurna. Plato menanamkanya dengan idea kebaikan dan aristoteles menyebutnya
dengan sebab utama atau penggerak yang tidak bergerak. Kendati para filosof
telah mampu mengetahui realita tertinggi sebagai sebab dari semua wujud, realitas
itu belum menjadi suatu konsep yang utuh sebagaimana dalam agama. Dalam
peikiran filsafat,realitas tertinggi itu merupakan ide manusia dan keniscayaan
logis dari pemikir. Namun, realitas itu belum disebut dengan tuhan yang
personal, tetapi tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal terdapat dalam
paham agama agama, seperti yahudi, kristen, dan islam. Konsep Tuhan dalam agama
ini jelas identitas diri-Nya dan aktif serta memiliki berbagai sifat
kesempurnaan. Tuhan personal bukan hasil ide atau pikiran manusia, tetapi
diketahui dari informasi wahyu yang dibawa oleh para rasul Tuhan. Sifat–sifat Tuhan
tercantum dalam kitab suci, yaitu Tuhan adalah pencipta alam semesta sekaligus
memeliharanya. Di samping itu, Tuhan menurut kitab suci, maha tahu dan maha
berkuasa. Berbeda halnya dengan pemahaman tentang Tuhan yang impersonal tidak
mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak. Aktifitas tuhan di dunia,
dalam pandangan tuhan yang impersonal, tidak diperlukan karena akan mengurangi
kesempurnaan-Nya.
4.
Pembuktiaan Wujud Tuhan
Dalam ilmu tauhid kesadaran untuk
melakukan perenungan dan penelitian guna memperkukuh keimanan disebut dengan nazhar. Nazhar adalah upaya seseorang untuk merenung hakikat kehidupan, siapa
penciptanya dan mengapa pula ia diciptakan. Nazhar tersebut akan
menghantarkannya pada pengetahuan atas kenisbian dirinya dan alam sekitarnya. Kenisbian
itu akan membawanya pula untuk memahami adanya yang mutlak yang menguasai, mengatur
dan menciptakan segala sesuatu yang nisbi tersebut. Kesadaran kesadaran seperti
ini mengantarkan manusia untuk mengimani adanya tuhan yang menguasai dan
mencipta alam semesta ini.
Kendatipun dirinya dan mahluk
sekitarnya adalah nisbi, tetapi semua itu bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia
akan menyaksikan betapa tata surya dan planet-planet yang ada di angkasa
tertata dengan baik dan berjalan dalam suatu sistem dan mekanisme yang teratur
dalam milyaran tahun. Ini bukan hal yang mudah dan kebetulan dan tercipta
dengan sendirinya. Sebab dalam pandangan empiris manusia, keteraturan sebuah
sistem tidaklah muncul begitu saja tanpa adanya yang merancang dan mewujudkan
rancangan itu. Di sini ia aakan menemukan bahwa alam semesta ini bukanlah
sesuatu yang tercipta dengan sendirinya secara kebetulan tanpa ada yang
mencipta dan mengaturnya.
Selain dalil teleologis ditemukian
lagi argumen kosmologis, yaitu argumen sebab akibat. Alam adalah bersifat mungkin
dan bukan wajib. Artinya, alam adalah akibat, setiap akibat tentu adayang
mengakibatkan atau sebabnya. Sesuatu yang menjadi sebab tentu wajib ada sebelum
terjadinya akibat.
Ketika kesadaran tentang Tuhan telah
mewujudkan keimanan pada diri seseorang, maka ia akan berupaya menemukan bagaimana hubungan hubungan mahluk
ini dengan tugasnya dapat dilakukan. Di sini ia akan dihadapkan pada agama dan
beberapa kepercayaan. Agama menawarkan bentuk bentuk hubungan atau ibadah
kepada tuhan serta hal hal lain yang terkait dengan kepercayaan. Namun dalam
hal ini Islam tidak saja mengajak manusia untuk beribadah dan beriman kepada
Allah, namun juga ia adalah sistem kehidupan yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Iman artinya percaya. keimanan itu diawali dari
pengikraran seseorang terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan
dengan sepenuh hati tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan
keimanan itu dengan anggota tubuh. Di dalam Islam, wujud iman seseorang
diasaskan penegakannya kepada rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam
kepercayaan hati, pengakuan, dan perilakunya. Proses terbentuknya iman itu
dilalui dengan kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat
di dalam hati. Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati.
Sehingga, hal itu membentuk keyakinan yang disebut dengan iman.
Tuhan adalah Allah yang disembah, diibadahi,
ditaati, pencipta, pemilik, dan Zat yang mengajari mahluk-Nya. Tuhan yang personal terdapat dalam paham agama agama, seperti
yahudi, kristen, dan Islam. Konsep Tuhan dalam agama ini jelas identitas
diri-Nya dan aktif serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan. Berbeda halnya
dengan pemahaman tentang tuhan yang impersonal tidak mementingkan apakah Tuhan
itu pencipta atau tidak. Aktifitas Tuhan di dunia, dalam pandangan Tuhan yang
impersonal, tidak diperlukan karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya.
B.
Saran
·
Sebagai umat Islam, janganlah kita
mempercayai kekuatan selain kekuatan Allah SWT. Kekuatan selain kekuatan Allah
merupakan kekuatan yang sangat terbatas dan tidak jauh lebih besar dari
kekuatan Allah.
·
Kita harus meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kita sebagai umat Islam untuk tidak mudah tergoda dan percaya
terhadap omongan orang tentang kekuatan yang lebih besar dari Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Manaon dkk, 2014. Al-islam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Citapustaka
Media Perintis.
http://medan.tribunnews.com/2014/08/25/breaking-news-ditipu-dukun-palsu-pengusaha-ini-lapor-polisi
http://batampos.co.id/27-05-2014/rumah-dibobol-perwira-polisi-lapor-ke-dukun/
Share This :
0 komentar:
Posting Komentar