Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Rabu, 26 November 2014

Filsafat Ketuhanan dan Tuhan Yang Maha Esa

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kepercayaan terhadap Allah merupakan hak warga negara yang sudah terjamin oleh negara dan konstitusi. Semua orang berhak menjalankan agamanya sesuai dengan kepercayaan dan agama yang dianutnya. Umat Islam juga mempercayai adanya Allah dengan menjalankan segala syariat islam yang sudah diperintahkan kepada semua hamba Allah. Tidak ada yang dapat melarang umat Islam menjalankan syariat dan keyakinan yang diyakininya sebagai wujud kepercayaan yang dimilikinya.
Wujud Tuhan yang esa merupakan sifat mutlak yang harus diyakini oleh setiap muslim dan muslimat. Dengan keimanan yang setiap muslim punya, ia dapat mempercayai keesaan Allah. Maka dengan sendirinya ia akan bertakwa kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangannya. Dengan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, maka itu dapat meyakinkan setiap muslim untuk selalu percaya kepada Allah semata. Allah Yang Maha Kuasa menunjukkan bahwa Allah mempunyai kekuatan yang lebih besar dari segala makhluknya. Maka kita dapat meminta apa yang kita ingin kepadaNya karena Allah Maha Segalanya.
Namun dalam kenyataannya, masih ada dan banyak saja muslim dan muslimat yang percaya terhadap sosok selain Allah. Seperti halnya dukun, yang sampai saat ini masih terus diyakini semua pihak untuk melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat manusia biasa atau yang terjadi secara ganjil dalam diri seorang individu. Dalam berita online (Batam Pos,  27 Mei 2014 - 13:00 WIB) Rumah Dibobol, Perwira Polisi Lapor ke Dukun” memberitakan bahwa seorang perwira polisi yang bernama AKBP Achmad Soemba rumahnya dibobol maling, namun ia bukan melaporkan kejadian hal tersebut kepada polisi, melainkan dia mendatangi dukun untuk mengetahui siapa pelaku yang membobol uangnya. Dia tidak percaya terhadap instansinya sendiri, melainkan percaya kepada dukun.
Dalam berita online lainnya (Tribun Medan, 25 Agustus 2014 14:53 WIB) “Ditipu Dukun Palsu Pengusaha Ini Lapor Polisi” memberitakan bahwa seorang pengusaha melaporkan seorang dukun ke polisi setelah dia melakukan pengobatan dengan dukun tersebut. Namun dia merasa ditipu atas praktek dukun palsu tersebut. Menginginkan kesehatan janganlah mendatangi dukun untuk meminta bantuan kesembuhan. Kita haruslah berdoa dan memohon kepada Allah untuk meminta kesembuhannya, dengan terus berikhtiar berobat ke dokter.
Seharusnya kepercayaan terhadap dukun ini janganlah terjadi. Kita sebagai umat muslim janganlah percaya kepada kekuatan selain kekuatan Allah. Kekuatan Allah itu lebih besar dari segalanya, termasuk dukun. Dukun itu tidak ada bandingnya dengan dengan kekuatan Allah. Maka dari itu percaya kepada Allah haruslah kita terus tingkatkan dan memperkuat iman kita terhadap Allah.

B.     Batasan Masalah
1.      Keimanan
2.      Ketakwaan
3.      Ketuhanan

C.    Tujuan
1.      Memahami makna keimanan
2.      Memahami makna ketakwaan
3.      Memahami makna ketuhanan

D.    Manfaat
1.      Untuk meningkatkan keimanan dalam diri mahasiswa
2.      Untuk memperkuat rasa ketuhanan setiap mahasiswa
3.      Untuk menambah pemahaman dan pengetahuan kepada mahasiswa





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keimanan dan Ketakwaan
1.      Pengertian Iman
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab itu, setiap ajaran Islam yang berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan iman. Dengan demikian, iman mengambil pusat kesadarannya di dalam hati manusia.
Ulama memberikan terminologi iman dengan beragam istilah. Namun demikian, disepakati bahwa keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh. Inilah kerangka dasar iman yang disepakati Ahli Sunnah Wa al-Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua kalimah syahadat, yaitu bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang seseorang yang masuk islam.
Membenarkan dengan hati adalah meyakini sepenuhnya makna dua kalimah syahadat yang diucapkannya dan segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan syahadat tersebut. Dengan demikian, ketika seseorang mengikrarkan dua kalimah syahadat tetapi ia tidak meyakini di dalam hatinya hakikat dari ikrarnya tersebut makaia tergolong seorang munafik. Orang munafik dalam hal keimanan lebih berbahaya dari orang kafir.
Merealisasikan tuntutan keimanan berarti tunduk dan patuh kepada segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan keimanan dengan cara melaksanakannya. Oleh sebab itu, ia akan menempatkan ajaran-ajaran wajib pada kedudukan wajib, ajaran-ajaran yang sunnat pada kedudukan sunat, larangan-larangan yang haram pada posisi haram, larangan-larangan makruh (dibenci Allah) pada posisi makruh, dan hal-hal yang mubah (boleh) pada kedudukan boleh dilaksanakan dan boleh ditinggalkan.
2.      Wujud Iman
Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan perilakunya. Pada tingkatan perilaku inilah wujud iman tersebut dapat terlihat.
Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa sedikitpun keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh sebab itu, maka setiap Muslim wajib mempercayai hal-hal berikut:
a.       Allah itu esa pada zat
Keesaan Allah pada zat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu tunggal, tiada terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana makhluk-Nya. Zatnya itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa elemen material. Manusia tidak dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah.
b.      Allah itu esa pada sifat
Keesaan Allah pada sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang mempunyai sifat keutamaan dan kesempurnaan.
c.       Allah itu esa pada wujud
Keesaan Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang wajib wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin, artinya hanya Allah yang tetap ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya berpermulaan dan akan dan binasa, kecuali yang dikekalkan-Nya.
d.      Allah itu esa pada af’al (perbuatan-Nya)
Keesaan Allah pada af’al ialah mengiktikadkan bahwa Allah yang menjadikan alam, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rizeki, yang menyenangkan, dan yang menyukarkan, yang menyempitkan dan memewahkan. Dia lah yang menghasilkan terwujudnya segala sesuatu ini.
e.       Allah itu esa pada menerima ibadat hamba-Nya
Keesaan Allah pada menerima ibadat hamba-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang berhak menerima ibadat hamba. Dialah yang berhak disembah, diibadati, baik dengan doa maupun dengan amaliah yang lain yang termasuk ibadah.
f.       Allah itu esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah tidak berhajat kepada apa dan siapa pun. Oleh sebab itu, ketika seorang hamba menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka ia harus menujukan permohonannya kepada Allah.
g.      Allah itu esa dalam membataskan batasan-batasan hukum
Allah lah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, baik melalui firman-Nya di dalam Alquran maupun melalui Nabi-Nya di dalam Sunnah. Oleh sebab itu, segala produk hukum syari’ah harus mengacu kepada Alquran dan Sunnah.
Iman kepada malaikat, seorang mukmin wajib mengakui dan mengimani adanya . Mereka adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada perintah-Nya dan tidak pernah melakukan maksiat sedikitpun, sebagaimana firman Allah di bawah ini:
ע يعصون الله مآأمرهم ويفعلون ما ېؤمرون
Artinya: Malaikat-malaikat tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-tahrim: 6)
Para malaikat memiliki tugas-tugas tertentu seperti menyampaikan wahyu kepada para Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis amal perbuatan makhluk, menjaga surga dan neraka, dan lainnya. Oleh sebab itu seorang mukmin wajib mewujudkan keimanan ini di dalam hatinya dan perilakunya.
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa seluruh kitab-kitab yang diturunkan itu datangnya dari Allah. Wujud keimanan kepada kitab Allah adalah menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup di dalam segala aspek dan dimensi kehidupannya, baik untuk pribadi, keluarga, masyarakat, maupun untuk bernegara. Umat islam diwajibkan untuk mengikuti pesan-pesan ayat Alquran baik pada lahir maupun bathin dan tidak boleh berpaling.
Iman kepada para rasul adalah membenarkan dengan sesungguhnya bahwa Allah mengutus kepada umat ini seorang rasul untuk membimbing mereka. Tugas utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan serta menjalankan syariat yang dibawanya. Para rasul dibekali oleh Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan kerasulannya. Mukjizat adalah sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang terjadi disertai dengan tantangan kepada orang yang menentangnya. Mukjizat itu bisa berbentuk hal-hal yang nyata yang dapat disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga. Namun bisa juga berbentuk yang lain seperti Alquran.
Wujud iman kepada Rasullah adalah melaksanakan segala Sunahnya dan menjauhi sehala kreasi (bidah) atas ajarannya. Sunnah adalah setiap perkataan, perbuatan, dan pengakuan Nabi. Kedudukan Sunah terhadap Alquran adalah sebagai penjelas, penetap syariat yang tidak dikemukakan secara jelas di dalam Alquran.
Iman kepada hari akhir adalah meyakini sepenuh hati tanpa keraguan sedikitpun bahwa hari kiamat akan terjadi. Munculnya hari kiamat merupakan waktu berakhirnya dunia ini. Ditemukan dalam sejumlah hadis yang menggambarkan tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Salah satunya adalah jika hamba sahaya melahirkan majikannya. Pada hakikatnya, tidak ada yang mengetahui secara persis kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah. Wujud iman seseorang terhadap hari kiamat dapat dilihat dari kesiapannya untuk membekali diri menyongsong hari tersebut. Ketika ia benar-benar beriman dengan hari yang dahsyat itu maka ia akan melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.
Rukun iman terakhir adalah percaya kepada qadar dan qadha Allah. Qadar adalah ketentuan Allah, sementara qadha merupakan ketetapan-Nya untuk mewujudkan qadar-Nya. Beriman kepada qadar dan qadha Allah akan menjadikan seseorang sadar bahwa ia tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui sedikitpun tentang jalan kehidupannya dan seluruh makhluk ini. Oleh sebab itu, ia harus berikhtiar untuk terus menjalani hidup ini sesuai dengan perintah Allah. Ia akan berada di atas tatanan sunatullah dan syariat-Nya.
3.      Proses Terbentuknya Iman
Iman merupakan kepercayaan yang kukuh di dalam hati terhadap sesuatu iman dalam syari’at Islam adalah mengikrarkan asas keimanan itu dengan lisan, -syahadatain, -membenarkannya dengan hati, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati. Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu membentuk keyakinan yang disebut dengan iman. Keyakinan yang kuat itu akan melahirkan ketundukan dan kepatuhan untuk melaksanakan segala perintah yang diasaskan oleh asas-asas keyakinan dan kesadaran terhadap iman.
Iman tidak muncul dengan sendirinnya tanpa ada sesuatu yang mempengaruhi seseorang untuk beriman. Pengaruh yang paling penting adalah kesadaran yang dilandasi ilmu dan pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang diimaninya. Seseorang yang beriman tanpa memiliki landasan ilmu untuk mempertahankan dan memupuk keimanannya, maka iman seperti itu tidak akan kukuh dan rentan terhadap agresi kepercayaan yang ditawarkan oleh keyakinan agama lain.
Nabi Muhammad menjelaskan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Oleh sebab itu iman harus terus dipupul dan ditumbuhkan di dalam hati dan diterapkan dalam amaliah manusia. Iman akan semakin mantap ketika seseorang terus menambah ilmu dan mengamalkan serta mengajarkannya kepada orang lain dengan ikhlas hanya untuk mencari rida Allah.
4.      Tanda-tanda Orang Beriman
Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala kosekuensi dan tuntutan keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang munafik, lain di hati lain di bibir. Demikian pula ia tidak berprilaku seperti orang yang fasik, beriman di dalam hati tetapi tetap bermaksiat kepada Allah.
Dalam Alquran banyak ditemukan tanda-tanda orang beriman, misalnya surah at-Taubah ayat 71:
والمؤمنون والمؤمنت بعضهم أوليآء بعض يعمرون بالمعروف وېنهون عن المنكر وېقيمون الصلوة وېؤتون ٱلزكوة ويطيعون ٱلله ورسوله وأولۑك سيرحمهم الله إنالله عزيز حكيم

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat di atas, ada lima kriteria (sifat-sifat) orang mukmin, yaitu:
·         Orang mukmin merupakan orang yang menjadikan walinya sesama orang yang beriman. Loyalitas terhadap sesama Mukmin merupakan kewajiban dan melepaskan diri dari ikatan loyalitas terhadap orang kafir menjadi keniscayaan bagi setiap Mukmin. Bukan berarti kita harus memerangi setiap orang kafir.
·         Orang yang beriman adalah orang yang aktif melakukan amar ma’aruf dan nahyi munkar. Ia menyuarakan kebenaran secara terus-menerus bukan secara musiman saja seperti pada bulan ramadhan saja, atau pada momentum hari-hari besar Islam semata. Melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar haruslah dengan tuntutan syar’i. Sebab jika dilakukan tanpa tuntutan syar’i, maka justru dapat terjebak kepada kemungkaran yang baru.
·      Orang beriman adalah orang yang menegakkan salat. Artinya, seseorang Mukmin akan tetap konsisten dengan salatnya. Tidak dikatakan seseorang itu memiliki kriteria mukmin, jika ia tidak melaksanakan salat secara istiqomah pada setiap waktu-waktu yang diwajibkan untuk salat.
·       Orang Mukmin adalah orang yang memberikan atau mengeluarkan zakatnya, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Oleh sebab itu, bagi orang-orang memiliki harta dan haul (waktu) serta nishab (ukuran banyak atau jumlah)-nya telah sampai maka ia wajib mengeluarkan zakat mal-nya kepada orang yang berhak menerima zakat  sesuai dengan ashnaf-nya.
·         Semua perilaku dan ibadah di atas, adalah dalam rangka menaati Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, bagi orang Mukmin maka setiap prilakunya adalah dalam koridor taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan tujuan tertentu selain dalam kerangka ini.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika akalnya tidak memahami kepada siapa dia beriman. Akal yang tidak memahami hal ini adalah akal yang belum tercerahkan oleh iman yang kukuh. Orang yang beriman adalah orang yang mampu memahami hakikat imannya kepada Allah secara intelektual untuk memperkokoh keimanannya terhadap rububiyah Allah.
Seseorang belum sempurna imannya ketika ia tidak memiliki rasa keterikatan emosional terhadap imannya tersebut. Orang yang beriman adalah orang yang memiliki ketajaman rasa diniyah sekaligus mampu mengendalikan emosi syaithaniyah-nya.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika hakiikat iman yang diakuinya tidak terhunjam dengan kukuh di dalam hatinya (qalbu). Orang yang beriman adalah orang yang di lubuk hatinya (qalbu-nya) tertanam keyakinan tauhid kepada Allah tanpa keraguan sedikitpun. Ia mengamini Allah tidak hanya sebatas ilmu yaqin dan ainul yaqin, tetapi telah menghantarkannya kepada haqqul yaqin.
5.      Korelasi Antara Iman dan Takwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman  ajaran agama islam secara utuh dan konsisten.
Karakteristik orang orang yang bertakwa yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima indikator ketakwaan:
Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang orang miskin, orang orang yang putus belanja di perjalanan, orang orang yang meminta dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban dan memerdekakan hamba sahaya.
Ketiga, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dengan kata lain, orang yang bertakwa adalah orang yang memelihara ibadah formalnya dengan baik dan konsisten.
Keempat, menepati  janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
Kelima, sabar pada saat kepayahan, kesusahan, dan pada waktu perang. Dengan kata lain, ia memiliki semangat juang dalam memelihara agama dan harga dirinya.
Dua kecenderungan sikap terhadap lima indikator di atas:
·         Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah, yang diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan terhadap aturan yang dibuatnya.
·         Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia.
Seorang yang takwa (mutaqqi) adalah orang yang menghambakan dirinya hanya kepada Allah bukan kepada mahluk. Ia selalu menjaga hubungan dengan Allah setiap saat. Memelihara hubungan dengan allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan aturan Allah. Karena itu inti ketaqwan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganya. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan tugas penghambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh (khusuk) dan ikhlas. Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan juga dengan menjauhi perbuatan yang di larang Allah, yaitu perbuatan dosa dan kemungkaran. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya adalah bentuk bentuk perilaku yang lahir dari pengadilan hawa nafsu yang ada dalam dirinya.
B.     Filsafat Ketuhanan
1.      Siapakah Tuhan Itu
Kata tuhan di dalam bahasa Indonesia disemaknakan dengan kata ilah atau rabb dalam bahasa Arab. ilah dalam bahasa arab berarti sesuatu yang disembah atau diibadahi, sementara rabb berarti pendidik, pemilik, pembuat kemaslahatan, ditaati, dan disembah. Makna tuhan dalam cakupan kata ilah dan rabb di atas, ditemukan secara objektif di dalam ajaran Islam. Tuhan adalah Allah yang disembah, diibadahi, ditaati, pencipta, pemilik, dan Zat yang mengajari mahluk-Nya.
Di dalam agama agama primitif seperti agama dinamisme, animisme, dan politisme, juga menyakini adanya kekuatan gaib yang berkuasa. Pada masyarakat dinamis dan animisme ditemukan bahwa mereka percaya kepada keberadaan kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Pada masyarakat poleteisme, kepercayan-kepercayaaan kepada kekuatan gaib dan roh-roh yang ditemukan sebelumnya, yaitu dinamisme, animisme, meningkat menjadi kepercayaan kepada dewi dewi. Oleh sebab itu, ritual di dalam kepercayaan ini mengharuskan adanya penyembahan kepada para dewi-dewi tersebut.
Selain henoteisme dikenal pula adanya kepercayaan kepada tuhan yang satu, tunggal, dan tidak berbilang. Kepercayaan ini disebut monoteisme. Islam adalah agama yang paling konsisten dengan monoteisme, tetapi islam bukan agama yang berevolusi dari dinamisme, animisme, politeisme, honoteisme, kemenoteisme. Islam adalah agama wahyu yang tidak memiliki evolusi tentang konsep ketuhanananya.
2.      Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Dalam sejarah kepercayaan umat manusia tercacat beberapa sistem kepercayaan kepada yang gaib, yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henetoisme dan monoteisme. Menurut para ahli antropologi agama bahwa sejarah kepercayaan itu memeiliki evolusi, yaitu dari dinamisme ke animisme, dan seterusnya kepada monoteisme. Namun teori ini banyak mendapat tantangan teori tentang sejarah manusia yang digagas oleh frazer, yaitu fase magic, agama, dan ilmu.
Berkenaan dengan teori perkembangan kepercayaan manusia, paling tidak dapat ditemukan dua teori. Pertama mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju pada kepercayaan yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan peradabannya. Teori ini dipelopori oleh E.B. Tylor, yang menyebutkan bahwa perkembangan alam dan sosial bergerak dari bentuk yang lebih rendah menuju bentuk yang lebih tinggi dan dari yang sederhana menjadi yang lebih kompleks.
Teori kedua menyatakan bahwa kepercayaan manusia yang paling perdana adalah monoteisme murni, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh kepercayaan animisme dan politeisme.
3.      Tuhan Menurut Agama agama
Dalam konteks kepercayaan kepada tuhan para ahli filsafat juga turut serta dalam meramaikan pembicaraan ini. Memang pada awalnya, pembahasan filsafat yang pertama kali muncul adalah masalah metafisika,yaitu dari mana asal usul alam dan apa zat yang menjadi dasar alam. Sebagai filodof yunani berpendapat bahwa alam berasal dari salah satu unsur atau gabungan dari beberapa unsur alam. Thales mengatakan bahwa alam berasal dari air, sedangkan Anaximandros mengatakan bahwa alam berasal dari udara. Empedokles yang datang kemudian berpendapat bahwa alam terdiri atas gabungan empat unsur yang pokok,yaitu udara,air,api dan tanah.
Selain itu, muncul pula plato dan aristoteles, mereka mengemukakan pendapat yang sudah sampai memikirkan realitas di luar alam, yaitu zat yang berbeda dengan alam, bersifat immateri, abadi, satu dan sempurna. Plato menanamkanya dengan idea kebaikan dan aristoteles menyebutnya dengan sebab utama atau penggerak yang tidak bergerak. Kendati para filosof telah mampu mengetahui realita tertinggi sebagai sebab dari semua wujud, realitas itu belum menjadi suatu konsep yang utuh sebagaimana dalam agama. Dalam peikiran filsafat,realitas tertinggi itu merupakan ide manusia dan keniscayaan logis dari pemikir. Namun, realitas itu belum disebut dengan tuhan yang personal, tetapi tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal terdapat dalam paham agama agama, seperti yahudi, kristen, dan islam. Konsep Tuhan dalam agama ini jelas identitas diri-Nya dan aktif serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan. Tuhan personal bukan hasil ide atau pikiran manusia, tetapi diketahui dari informasi wahyu yang dibawa oleh para rasul Tuhan. Sifat–sifat Tuhan tercantum dalam kitab suci, yaitu Tuhan adalah pencipta alam semesta sekaligus memeliharanya. Di samping itu, Tuhan menurut kitab suci, maha tahu dan maha berkuasa. Berbeda halnya dengan pemahaman tentang Tuhan yang impersonal tidak mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak. Aktifitas tuhan di dunia, dalam pandangan tuhan yang impersonal, tidak diperlukan karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya.
4.      Pembuktiaan Wujud Tuhan
Dalam ilmu tauhid kesadaran untuk melakukan perenungan dan penelitian guna memperkukuh keimanan disebut dengan nazhar. Nazhar adalah upaya seseorang untuk merenung hakikat kehidupan, siapa penciptanya dan mengapa pula ia diciptakan. Nazhar tersebut akan menghantarkannya pada pengetahuan atas kenisbian dirinya dan alam sekitarnya. Kenisbian itu akan membawanya pula untuk memahami adanya yang mutlak yang menguasai, mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang nisbi tersebut. Kesadaran kesadaran seperti ini mengantarkan manusia untuk mengimani adanya tuhan yang menguasai dan mencipta alam semesta ini.
Kendatipun dirinya dan mahluk sekitarnya adalah nisbi, tetapi semua itu bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia akan menyaksikan betapa tata surya dan planet-planet yang ada di angkasa tertata dengan baik dan berjalan dalam suatu sistem dan mekanisme yang teratur dalam milyaran tahun. Ini bukan hal yang mudah dan kebetulan dan tercipta dengan sendirinya. Sebab dalam pandangan empiris manusia, keteraturan sebuah sistem tidaklah muncul begitu saja tanpa adanya yang merancang dan mewujudkan rancangan itu. Di sini ia aakan menemukan bahwa alam semesta ini bukanlah sesuatu yang tercipta dengan sendirinya secara kebetulan tanpa ada yang mencipta dan mengaturnya.
Selain dalil teleologis ditemukian lagi argumen kosmologis, yaitu argumen sebab akibat. Alam adalah bersifat mungkin dan bukan wajib. Artinya, alam adalah akibat, setiap akibat tentu adayang mengakibatkan atau sebabnya. Sesuatu yang menjadi sebab tentu wajib ada sebelum terjadinya akibat.
Ketika kesadaran tentang Tuhan telah mewujudkan keimanan pada diri seseorang, maka ia akan berupaya  menemukan bagaimana hubungan hubungan mahluk ini dengan tugasnya dapat dilakukan. Di sini ia akan dihadapkan pada agama dan beberapa kepercayaan. Agama menawarkan bentuk bentuk hubungan atau ibadah kepada tuhan serta hal hal lain yang terkait dengan kepercayaan. Namun dalam hal ini Islam tidak saja mengajak manusia untuk beribadah dan beriman kepada Allah, namun juga ia adalah sistem kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan manusia.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Iman artinya percaya. keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota tubuh. Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan perilakunya. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati. Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu membentuk keyakinan yang disebut dengan iman.
Tuhan adalah Allah yang disembah, diibadahi, ditaati, pencipta, pemilik, dan Zat yang mengajari mahluk-Nya. Tuhan yang personal terdapat dalam paham agama agama, seperti yahudi, kristen, dan Islam. Konsep Tuhan dalam agama ini jelas identitas diri-Nya dan aktif serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan. Berbeda halnya dengan pemahaman tentang tuhan yang impersonal tidak mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak. Aktifitas Tuhan di dunia, dalam pandangan Tuhan yang impersonal, tidak diperlukan karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya.

B.     Saran
·         Sebagai umat Islam, janganlah kita mempercayai kekuatan selain kekuatan Allah SWT. Kekuatan selain kekuatan Allah merupakan kekuatan yang sangat terbatas dan tidak jauh lebih besar dari kekuatan Allah.
·         Kita harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita sebagai umat Islam untuk tidak mudah tergoda dan percaya terhadap omongan orang tentang kekuatan yang lebih besar dari Allah.



DAFTAR PUSTAKA

Manaon dkk, 2014. Al-islam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
http://medan.tribunnews.com/2014/08/25/breaking-news-ditipu-dukun-palsu-pengusaha-ini-lapor-polisi
http://batampos.co.id/27-05-2014/rumah-dibobol-perwira-polisi-lapor-ke-dukun/





Share This :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 

Followers